Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. (Yakobus 3 : 1)
Seseorang yang kurang paham maksud tulisan Yakobus berkata, "Tuh Bu, ngga usah ngajarin anak. Biar aja mereka belajar di Sekolah atau Sekolah Minggu," lalu dia melanjutkan, "Nanti hukuman kita jadi berat, Bu."
Orang tua adalah guru pertama dan paling utama. Dikatakan guru pertama, sebab umumnya ketika anak lahir, orang tua yang mengajarkan segala hal. Dikatakan guru yang paling utama, sebab lazimnya orang tua menghabiskan sebagian besar waktunya dengan anak.
Mau atau tidak mau, tugas sepasang suami isteri bertambah saat anak mereka lahir. Dan fungsi mulia ini tidak dapat ditawar, ditentang, bahkan disepelekan. Sebab anak adalah titipan Tuhan, yang perlu tumbuh dalam didikan, ajaran, arahan, dan perbaikan.
Apa benar orang tua tidak perlu mengajar anak?
Jika orang tua tidak perlu mengajar anak, untuk apa Tuhan menciptakan fase pertumbuhan. Mengapa tidak langsung menciptakan manusia seperti Adam? Individu yang siap belajar mandiri.
Ketika Tuhan berfirman jika Hawa akan mengandung lalu melahirkan, Dia tahu jika manusia butuh proses. Bukan hanya satu pihak yang perlu menyadari proses belajar ini, namun kedua sisi (orang tua dan anak).
Belajar bukan hanya kegiatan intelektual. Belajar justru upaya menggali 'harta' yang Tuhan simpan dalam setiap hati manusia.
Jika demikian, apakah hanya anak yang perlu belajar? Sebab dulu orang tua sudah melalui tahap belajar, lantas sekarang saatnya pensiun dari belajar.
Untuk saya, mengajar anak berarti menjalankan Perintah Tuhan. Jika mengajar anak bukan hal yang penting untuk ibu-ibu lainnya, itu kembali lagi pada prioritas hidup masing-masing individu.
Ilmu itu minuman ajaib: semakin dibagikan, semakin penuh gelas kita.
Bagaimana proses belajar di rumah?
Tiga jurus dasar yang berguna sepanjang hayat adalah baca, tulis, dan hitung. Maka, tiga keahlian itulah yang putri kecil tekuni setiap hari.