Lihat ke Halaman Asli

Lilia Gandjar

TERVERIFIKASI

Penikmat aksara dan pencinta kata-kata.

Antisipasi Sebelum Adiksi, Emang Bisa?

Diperbarui: 27 Juni 2020   16:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar 1. Siklus Kebiasaan | Dokpri

"Retno, jam berapa ini?" Tanya saya sedikit gusar. Sebab ini sudah kali ketiga Retno datang terlambat.

"Maaf, Bu. Tadi ketiduran. Tadi malam saya nonton film Korea di Youtube." Jawab Retno.

"Apa hubungannya film Korea dengan terlambat?" Tanya saya ke Retno.

"Saya nonton sampai 3 film, Bu. Selesainya baru jam 4 pagi. Setelah Bapak dan Ibu ke kantor, anak-anak juga ke sekolah, saya ketiduran. Jadi terlambat datang, Bu." Retno menjelaskan alasannya terlambat.

Ketika kecil, saya pun senang menonton film. Mulai dari drama kolosal Mandarin, film-film robot dan superhero, hingga film kartun. Bahkan saya juga pernah mencoba menonton film Korea.

Menonton film tidak salah. Tetapi menjadi salah jika kegiatan itu berubah menjadi adiksi. Banyak informasi berguna yang disisipkan dalam film. Namun memang tidak semua film. Sehingga kita perlu selektif memilih tontonan.

"Bu, saya titip Blackberry deh. Biar enggak bisa nonton." Kata Retno.

"Retno, masalah kebiasaan buruk itu harus diselesaikan. Bukannya dihindari." Saya kurang suka dengan cara Retno menghindari masalahnya. Menitipkan smartphone-nya bukan solusi.

"Usia kamu 19 tahun. Jika kamu nilai menonton film Korea adalah kebiasaan buruk, kamu harus berupaya supaya mampu mengendalikan diri kamu. Menitipkan Blackberry kamu di saya, itu tidak menyelesaikan masalah kamu." Saya berusaha menjelaskan.

"Bu, kalau Blackberry itu di saya, susah. Pasti nonton lagi. Susah, Bu." Retno menjelaskan.

***

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline