Terorisme pasti sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, karena ulah mereka membuatmasyarakat jadi parno dengan orang lain, karena takut merupakan seorang yang radikal. Ingat bom bunuh diri di gereja katedral Makasar dan serangan Mabes Polri oleh seorang wanita pada tahun 2021.
Berdasarkan Global Terrorism Index (GTI) 2023 yang dikeluarkan Institute for Economics andPeace (IEP), Indonesia mengalami penurunan dampak terorisme dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya. Peringkat dan skor negara tersebut menunjukkan situasi yang relatif stabil, denganlebih sedikit insiden dan korban jiwa. Keberhasilan Indonesia dalam upaya pemberantasan
terorisme dan peningkatan penegakan hukum turut berkontribusi terhadap penurunan ini. Namun, GTI juga menekankan perlunya kewaspadaan dan tindakan pencegahan yang berkelanjutanuntuk memitigasi potensi kebangkitan kembali aktivitas teroris.
Jadi terorisme masih bisa terjadi jika tidak ada peran pemerintah dan yang paling peting adalahpemahaman agama dalam diri seseorang, jika orang berfikir dengan konteks tidak manusiawidengan membawa agama itu adalah radikalisme. Apa Itu Radikalisme ?
Berpikir secara radikal tidak selalu buruk, karena tergantung pada konteks dan tujuan daripemikiran tersebut. "Radikal" secara harfiah berarti menyasar akar atau dasar dari suatu masalah, yang kadang diperlukan untuk menciptakan perubahan signifikan, terutama ketika sistem ataupendekatan yang ada tidak efektif. Namun, berpikir radikal bisa menjadi berbahaya apabila disertai dengan intoleransi, ekstremisme, atau kekerasan. Misalnya, jika pemikiran radikal mendorong tindakan yang merugikan orang lainatau mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan, maka dampaknya bisa negatif.
Menurut Rubaidi, radikalisme Adalah gerakan-gerakan keagamaan yang berupaya untukmengubah atau merombak seluruh tatanan kehidupan sosial ataupun politik yang telah ada
dengan menggunakan cara-cara kekerasan, dengan alasan landasan agama. Bagaimana Radikalisme Tumbuh?
Radikalisme tumbuh pada diri sendiri da lingkungan sekitar, akibat :
1. Kemiskinan, hal ini karena krisis ekonomi yang dialami pelaku itu akan membuat dirinyajadi mudah ikut sebuah aliran yang menyimpang dengan iming-iming akan mendapatkanuang atau harta.
2. Pengaruh media, hal ini karena pelaku tidak mengoreksi ulang dan mengecek keaslianmedia tersebut, sehingga pelaku akan terbawa emosi dan ikut memprovokasi orang lain.