Bagi kebanyakan para ibu, menikah adalah puncak keberhasilan dari seorang wanita. Jika belum menikah, artinya ia belum sukses. Walaupun memiliki hunian mewah dan sebuah black card. Tetapi pemikiran tersebut sudah meredup dibeberapa daerah seperti daerah perkotaan.
Bagaimana Nasib wanita yang hidup bersama para ibu dengan prinsip tersebut?
Mereka akan terdampak tekanan sosial dari berbagai arah. Entah ibu kandung, ibu tetangga, ibunya teman, dan berbagai macam para ibu lainnya. Mereka akan mendesak si wanita dengan pertanyaan yang itu itu saja.
Hebatnya desakan yang itu itu saja, mampu membuat seorang wanita merasa harus menikah sebelum usia 25 tahun. Baik siap atau tidak. Tepat atau tidak. Mereka akan tetap menikah. Akhirnya, muncullah kasus meningkatnya angka perceraian.
Mengapa?
1. Belum mengerti psikologi pernikahan
Dampaknya, tidak siap saat memiliki masalah. Tidak mengerti cara penyelesaian yang baik, dan tidak mengerti bagaimana berkomunikasi dengan pasangan dalam menyelesaikan masalah. Akhirnya, lebih memilih untuk menyelesaikan pernikahan.
2. Tidak selektif dalam memilih pasangan
Karena terus didesak dan usia sudah hampir 25 tahun, akhirnya menerima lamaran seseorang tanpa mengetahui secara rinci tentang orang tersebut. Beberapa tahun pernikahan, sang pasangan baru terlihat watak aslinya yang tidak bisa di terima. Konsekuensinya hanya dua. Menyesal seumur hidup atau bercerai. Tetapi kebanyakan orang memilih untuk bercerai.
3. Belum siap secara finansial