Lihat ke Halaman Asli

Alifa Syamsi

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia

Puisi Sebagai Polisemik: Menggali Makna yang Tersirat dari Kata ke Suara

Diperbarui: 19 Desember 2024   20:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam salah situs yang digunakan untuk sharing atau berbagi informasi, terdapat satu laman yang mengemukakan pertanyaan 'Apa alasanmu menyukai atau tidak menyukai puisi?'. Pertanyaan itu membawa jawaban menarik salah satu pengguna yang memaparkan argumennya tentang ketidaksukaan pada puisi. Katanya,

"Saya tidak bisa memahami puisi dan tidak mengerti apa yang membuat suatu puisi begitu indah/menggugah/mengharukan/bikin baper/dsb. Mungkin karena puisi, menurut saya, adalah rangkaian kata-kata perumpamaan yang memiliki penafsiran tiada batas. Begitu banyak personifikasi, metafora, hiperbola yang tidak masuk akal. Untuk penikmat puisi ini indah, untuk saya ini memusingkan."

Pernyataan tersebut merupakan salah satu argumen yang terdapat di media internet, namun dapat mewakili masyarakat tentang puisi, yakni puisi yang sulit dipahami dan memusingkan.

Salah satu faktor yang menjadi penyebab masyarakat awam tidak menyukai puisi adalah karena bagaimana pandangan dan pemahaman mereka terhadap puisi. Jika dilihat dari sudut pandang Semiotika menurut Roland Barthes, terdapat jawaban analisis mengenai mengapa sebagian masyarakat merasa sulit mengapresiasi puisi. Barthes memandang karya sastra, termasuk puisi, sebagai sistem tanda yang kompleks dan memiliki banyak lapisan makna.

  • Konsep Denotasi dan Konotasi

Dalam konteks puisi, denotasi adalah makna langsung dari tanda seperti kata-kata secara harfiah, sedangkan konotasi makna yang lebih dalam yang bersifat emosional dan simbolik seperti penggunaan majas dan simbol. Masyarakat yang tidak terbiasa membaca puisi mungkin hanya melihat denotasinya saja, sehingga mereka tidak dapat memahami atau merasakan keindahan yang terletak pada lapisan konotasi.

  • Teks sebagai "Polisemik"

Barthes menjelaskan bahwa teks sastra bersifat polisemik atau mengandung banyak makna dan sangat memungkinkan untuk memiliki makna yang bersifat terbuka. Dalam konteks puisi, polisemik terdapat pada metafora atau simbol yang dapat ditafsirkan berbeda oleh setiap pembaca. Pembaca yang tidak terbiasa dengan kompleksitas ini sangat berpotensi merasa bingung dan tidak puas karena mengharapkan makna yang eksplisit dan tunggal.

  • "Death of the Author"

Gagasan lain dari Barthes mengenai hal ini adalah teks tidak sepenuhnya ditentukan oleh penulis, tetapi oleh pembaca. Dalam puisi, pembaca bebas dan perlu aktif untuk menafsirkan makna berdasarkan pengalaman dan perspektif mereka.

Salah satu penyebab kurangnya minat dan apresiasi puisi adalah perkembangan teknologi. Khususnya bagi anak muda, mereka lebih memilih hiburan yang cepat dan langsung seperti unggahan dan video pendek di media sosial.

Berdasarkan teori tersebut, didapatkan relevansi terkait kesulitan memahami puisi karena belum mengetahui konsep-konsepnya. Hal ini tentu perlu dikritisi khususnya bagi anak muda di Indonesia, karena puisi merupakan sumber inspirasi dan hiburan bagi anak muda, serta membantu mereka untuk memahami pentingnya apresiasi karya sastra Indonesia, nilai-nilai luhur, dan budaya bangsa.

Kehidupan anak muda zaman Gen Z dan Gen Alpha tidak dapat lepas dari teknologi dan internet. Hampir seluruh kehidupan mereka didominasi oleh hal tersebut. Maka dari itu, teknologi dapat dimanfaatkan sebagai media edukasi serta apresiasi mengenai karya sastra khususnya puisi.

Sebagai mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia, atas dasar kasus tersebut kami terinspirasi untuk membuat suatu karya yang dapat menjawab serta memanfaatkan teknologi. Dengan berbekal dasar ilmu dari mata kuliah Kajian Puisi Indonesia, masyarakat perlu mengetahui bahwa puisi bukan hanya sekadar kata-kata yang indah. Selain itu, teori Barthes pun masih berkaitan dengan hal ini.

Teknologi yang kami manfaatkan adalah media audio, yakni podcast. Podcast adalah rekaman audio yang dapat diundur dan diputar kapan saja melalui internet, sehingga siapapun dapat mengaksesnya. Salah satu media aplikasi yang ramai digunakan untuk podcast adalah Spotify. Maka dari itu, hasil rekaman audio kami diterbitkan di Spotify yang memang sudah banyak digunakan dan sukses oleh para podcaster Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline