Pengungsi Rohingya: Riwayat pengungsi dan alasan mengungsi
Pengungsi Rohingya adalah kelompok etnis minoritas yang berasal dari Myanmar. Mereka mengalami penindasan dan pengucilan di negara asal mereka sehingga mencari perlindungan di negara tetangga, termasuk Indonesia. Setelah Myanmar merdeka pada tahun 1948, ketegangan antara pemerintah dan etnis Rohingya meningkat, dengan pencabutan kewarganegaraan Rohingya dan berbagai bentuk pelecehan, termasuk pembunuhan, pemerkosaan, dan penyiksaan.
Pengungsi Rohingya pertama kali tiba di Indonesia pada tahun 2012. Namun, jumlah pengungsi Rohingya yang tiba di Indonesia meningkat secara signifikan pada tahun 2015, seiring dengan ribuan pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari kekerasan di Myanmar dan mencari suaka di negara tetangga, termasuk Indonesia.
Sekitar 1.000 pengungsi Rohingya tiba di Aceh dalam beberapa bulan pertama tahun 2015. Sejak saat itu, jumlah pengungsi Rohingya yang tiba di Indonesia terus meningkat. Pada November 2021, sekitar 1.075 pengungsi Rohingya tiba di Aceh dalam waktu kurang dari sebulan.
Alasan utama mereka melarikan diri ke Indonesia adalah karena mereka percaya bahwa mereka dapat menghasilkan pendapatan di negara ini dan juga untuk menghindari kekerasan geng, kekerasan aparat penegak hukum, dan aktivitas kriminal di negara asal dan negara transit
Masuknya pengungsi Rohingya ke Aceh juga menunjukkan bahwa permasalahan ini masih terus berlanjut. Sebagian besar pengungsi ini melakukan perjalanan ke negara tetangga seperti Malaysia dengan bantuan penyelundup.
Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Indonesia: Mengapa Perlu Diperhatikan
Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Indonesia belum lama ini, menarik perhatian. Pada Desember 2023, polisi berhasil menangkap seorang warga negara Bangladesh yang diduga menyelundupkan pengungsi Rohingya ke Aceh. Polisi sedang mencari tiga orang lainnya yang diduga terlibat sindikat penyelundupan pengungsi Rohingya.
Kehadiran para penyelundup dan sindikat penyelundupan pengungsi Rohingya menjadi keprihatinan serius, mengingat kondisi genting dan berbahaya yang dihadapi para pengungsi Rohingya. Dalam kasus lain, seorang penyelundup pengungsi Rohingya berusia 70 tahun ditemukan memiliki kartu identitas UNHCR, yang menyoroti kompleksitas dan keragaman aktor yang terlibat dalam operasi penyelundupan ini.
Hal ini menunjukkan bahwa penyelundupan pengungsi Rohingya melibatkan berbagai aktor, seringkali pihak-pihak yang seharusnya memberikan bantuan dan perlindungan kepada para pengungsi. Penyelundupan pengungsi Rohingya juga memprihatinkan dari sudut pandang perlindungan hak asasi manusia. Pengungsi Rohingya seringkali menjadi korban eksploitasi dan kekerasan selama perjalanan mereka.
Perlindungan yang lebih kuat terhadap sindikat penyelundupan dan penegakan hukum yang kuat sangat penting untuk mencegah eksploitasi dan kekerasan terhadap pengungsi Rohingya. Ketika kasus penyelundupan pengungsi Rohingya muncul, kerja sama antara penegak hukum dan lembaga terkait sangat penting untuk mengatasi masalah ini.
Perlindungan dan keselamatan pengungsi Rohingya harus menjadi prioritas utama dalam menangani peristiwa penyelundupan ini.