Kesulitan membaca ditemukan di berbagai jenjang sekolah, mulai dari tingkat SD hingga SMP. Kesulitan membaca tidak selalu disebabkan oleh adanya disabilitas, hal tersebut dapat disebabkan oleh kebutuhan siswa untuk belajar dengan metode khusus. Untuk membantu kesulitan guru-guru mengatasi problem membaca siswa, Imanuel Hitipeuw dan tim dari Universitas Negeri Malang membantu dua sekolah dasar negeri, satu di Kota Malang dan satu lagi di kota Ambon.
Kegiatan ini dilakukan lewat penelitian yang berjudul "Penanganan Gangguan Kesulitan Membaca Siswa SD Berbasis Direct Behavioral Consultation (DBC)". Riset eksperimen dengan fokus mengatasi kesulitan membaca siswa SD yang sudah sulit ditangani oleh guru bila tidak mendapatkan bantuan ahli. DBC sebagai model konsultasi digunakan oleh peneliti untuk membantu guru-guru mengatasi masalah siswa, termasuk kesulitan membaca secara langsung. Problem yang ditemukan karena guru-guru kurang terampil dalam asesmen dan membangun pembelajaran yang lebih individual yang dibutuhkan oleh siswa ketimbang menggunakan cara-cara konvensional.
Studi awal di dua sekolah tersebut, ditemukan jumlah siswa yang kesulitan membaca jumlahnya 28 siswa yang tersebar mulai dari kelas 1 hingga kelas 4. Namun, dalam proses selanjutnya jumlah siswa yang melanjutkan sampai fase treatment tinggal 15 siswa (11 dari SDN Malang, dan 4 dari SDN Ambon). Salah satu siswa juga masuk dalam kategori siswa inklusif disabilitas intelektual dengan skor IQ yang di bawah rata-rata.
Desain penelitian Single-Subject digunakan dalam memberikan bantuan membaca yang dikemas lewat konsultasi DBC. Data kemampuan membaca dikumpulkan lewat format observasi dan dianalisis secara visual guna memastikan keefektifan treatment.
Berdasarkan tiga grafik di atas, pada fase baseline menunjukkan jumlah kata yang bisa dibaca oleh siswa sebelum diberikan treatment/intervensi sangat sedikit, disebabkan berbagai kata dengan pola-pola suku kata tertentu tidak bisa dibaca. Pada fase intervensi semua siswa menunjukkan kemampuan membaca mandiri. Grafik fase intervensi menunjukkan data line memiliki trend yang naik perlahan sampai naik tajam. Hal tersebut berarti semua siswa bisa membaca bila diberikan treatment—dan bukan tidak bisa membaca sebagaimana pandangan sekolah sebelumnya. Bahkan bila dianalisis dari segi level dan central tendency, semua subjek sekalipun mendapatkan paling banyak 3 sampai 4 sesi tretament/intervensi—semuanya menunjukkan peningkatan dibandingkan fase baseline.
Hasil ini semakin menguatkan bahwa treatment membaca yang dikemas menggunakan metode DBC berhasil membuat siswa belajar membaca. Selain itu, salah satu siswa inklusif yang ditengarai memiliki intelektual disabilitas—tidak terbukti karena mendapatkan treatment DBC. Siswa tersebut mampu membaca kata-kata dengan pola suku kata yang cukup sulit dan lebih cepat dibandingkan siswa yang lain.
Berdasarkan analisis visual grafik di atas, Penelitian ini bisa disimpulkan bahwa Penanganan Gangguan Kesulitan Membaca Siswa SD Berbasis Direct Behavioral Consultation (DBC) terbukti efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H