Lihat ke Halaman Asli

Sadar Pendidikan Itu Penting

Diperbarui: 11 Juli 2017   08:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ucapan seorang tokoh manajemen, namanya Zig Ziglar dia mengatakan "Masa  depan adalah milik orang-orang dan lembaga, termasuk perusahaan dan  negara, yang berinvestasi untuk mengembangkan diri, mulai hari ini".

Hampir  semua manusia memiliki cita-cita dan tidak terkecuali kita sebagai kaum  muda dengan tonggak perubahan bangsa ada pada pundak kita semua. Namun  cita-cita dan keinginan tidak cukup untuk mendatangkan perubahan perlu  disertai perubahan dalam setiap individu dan menanamkan ikhtiar dalam  setiap harapan atau dengan kata lain berinvestasi untuk mengembangkan  diri.

Pendidikan adalah sektor terpenting dalam membangun  pradaban bangsa yang berkualitas. Dengan pendidikan hidup menjadi lebih  terarah dan terukur. Hari ini 02 Mei 2017 adalah hari pendidikan  nasional yang diperingati tepat pada tanggal kelahiran dari bapak  pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Seorang tokoh pendidikan nasional yang  memberikan sumbangsi pemikiran dan tenaga demi pendidikan di indonesia,  yang terkenal denga konsep Laku Telu atau tiga peran dalam hal  kepemimpinan Pendidikan (ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun  karso, tut wuri handayani) dan banyak pemikiran lainnya. perlu digaris  bawahi bahwa pada dasarnya Ki Hadjar Dewantara meramu konsep pendidikan  bukan dalam kemasan kekangan atau paksaan. Namun pendidikan yang selalu  didasari dengan orientasi pendidikan yang berbudaya dan kesadaran  moral serta etika. Maka penting untuk kita bersama menghayati  pesan-pesan yang di tinggalkan oleh Ki Hadjar Dewantara tersebut.

Berbanding  terbalik dengan kondisi pendidikan nasional saat ini. Pemerintah  menggaungkan tentang reformasi pendidikan nasional namun yang diberikan  adalah sistem yang begitu sangat labil. Carut marutnya konsep pendidikan  nasional, tidak konsistennya pemerintah menjalankan kurikulum  pendidikan, pengekangan peserta didik melalui peraturan  perundang-undangn dan banyak lagi permasalahan lainnya yang telah  mengantarkan sistem pendidikan melahirkan pendidik dan peserta didik  yang labil. Tidak sampai disitu, rongrongan dari luar juga terus dengan  gagahnya coba menghancurkan orientasi pendidikan nasional yang bertujuan  mencerdaskan kehidupan bangsa. Tekhnologi, informasi, dan komunikasi  ternyata tidak hanya membawa peluang. Karena jika tidak mapan dan dewasa  dalam menyikapi dan memanfaatkan niscaya bukan kemajuan yang  menghampiri tetapi keterpurukan dan kehancuran generasi juga akan tetap  mengintai dan menghantui generasi mendatang. Mungkin ucapan seorang  Arnold Toyinbi ada benarnya bahwasanya "persoalan adalah peluang" ya,  persoalan di indonesia adalah peluang bagi bangsa lain untuk  menghancurkan secara perlahan.

Juga budaya membaca, diskusi,  advokasi, dan menulis seharusnya tumbuh subur dalam lingkungan  pendidikan kita. Tentunya itu adalah harapan yang terus kita pupuk, jika  itu hanya harapan tidak kemudian didukung dengan bekal dasar karakter  yang mengarah pada realisasi harapan tersebut hanya akan membawa kita  semua pada harapan yang semu. Pada dewasa ini sangat sulit untuk  ditemukan ruang-ruang atau lingkungan yang menghidupkan budaya tersebut,  jikapun ada hanya ada pada kelompok kecil saja. Seharus budaya membaca  itu adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan, karena melalui  bukulah banyak hal di dunia ini dapat pahami. mengutip dari bahasanya  Barbara Tuchman, dia mengatakan bahwa "buku adalah pengusung  pradaban, tanpa buku sejarah diam, sastra bungkam, sains lumpuh,  pemikiran macet, buku adalah mesin perubahan, jendela dunia, marcusuar  yabg di pancangkan di samudra waktu". Jika di Indonesia budaya  literasinya minim maka tunggulah bom waktu yang berbicara dari pada  waktunya nanti nasib generasi akan menuai kehancuran. dapatlah kita  menarik satu pertanyaan, kenapa budaya baca pada generasi kita tidak  tumbuh?

Hemat penulis ada beberapa faktor diantaranya adalah  pola hidup yang serba instan karena mengambil bagian yang sangat besar  dalam mempengaruhi pendidikan, dengan dukungan fasilitas yang memanjakan  (pengaruh kemajuan globalisasi), hingga lahir lah persaingan antara  budaya baca dengan budaya nonton, budaya diskusi dengan budaya main  game, budaya menulis dengan jalan-jalan di Mall dll. Ini realita yang  sepatutnya kita harus sadari bersama bahwa sesungguhnya kita harus lebih  cerdas dalam memilah dan memilih mana kebutuhan dan mana keinginan yang  mengarah pada budaya hedon. Fenomena lain  dikalangan peserta didik ialah banyaknya perkumpulan yang disibukkan  dengan mengkritisi sistem dan anggaran yang di anggarkan oleh negara  untuk pendidikan hingga lupa membangun kesadaran belajar pada diri dan  lingkungan. Inikah yang diharapkan oleh bapak pendidikan kita? Saya  pikir tidak.

Untuk menjawab semua itu kita harus sadar bahwa  ditangan kitalah perubahan itu akan datang khususnya untuk budaya dalam  dunia pendidikan. Kita harus mampu menghapus hal-hal yang menghambat  diri kita. Seperti yang dikatakan oleh Komarudin Hidahat yaitu "eksodus  pemikiran" hijrah pemekiran secara besar-besaran demi pemikiran yang  lebih siap. tentu dalam bidang pendidikan sangatlah penting untuk  menumbuhkan pemikiran dan jiwa yang kuat dalam membangun budaya  literasi, diskusi, dan vokasi.

Gantungkan cita-citamu setinggi  langit jikalau engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara  bintang-bintang, Kata Soekarno (Presiden pertama Indonesia) namun jika  hanya bercita-cita tanpa gerak dan ihktiar niscaya kita takkan pernah  jatuh karena kita tidak pernah mulai mendaki.
Lingkungan sekolah,  keluarga, dan masyarakat haruslah bisa seirama dalam menerjemahkan  pentingnya penanaman karakter budi pekerti demi pendidikan yang lebih  baik. Saya mengajak kita semua mari kita memulai menyadarkan diri kita  demi pendidikan yang berkualitas mencerdaskan kehidupan Bangsa. Karena  ini demi INDONESIA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline