Lihat ke Halaman Asli

Lia Wahab

Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Guruh Soekarnoputra, Nasionalisme dalam Mahakarya Seni dan Budaya

Diperbarui: 21 Januari 2019   09:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ia berperawakan tinggi besar dan mempunyai wajah yang mirip sekali dengan sang ayah. Ia adalah penari, musisi, koreografer dan juga politikus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Nama lengkapnya adalah Muhammad Guruh Irianto Soekarnoputra, anak bungsu dari presiden RI pertama Ir. Soekarno atau Bung Karno dengan ibu Fatmawati.

Bung Karno, sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia adalah juga seorang pujangga kata. Ia adalah pejuang kemerdekaan, politikus sekaligus seniman. Beberapa puisi ciptaannya jadi inspirasi banyak orang sampai saat ini dan di antaranya ada dalam buku "Puisi-puisi Revolusi Bung Karno" yang disusun oleh Bung Karno sendiri.

Bung Karno pun sempat menciptakan beberapa buah lagu. Di luar itu, ada sekitar tiga ribu hasil karya seni Bung Karno tersimpan di Istana Negara, Istana Bogor, Istana Batu Tulis, Gedung Agung Yogyakarta dan Istana Tampak Siring Bali. Darah seni Bung Karno tidak berhenti sampai dirinya saja tapi mengalir ke sang anak, Guruh Soekarnoputra.

Guruh yang lahir pada 13 Januari 1953 menghabiskan masa kecilnya di Jakarta sejak di sekolah dasar hingga di sekolah menengah atas. Ia merantau ke Belanda hingga tahun 1976 untuk kuliah di jurusan Arkeologi University of Amsterdam.

Dunia seni adalah hal yang digemari Guruh sejak kecil. Kecintaannya seni budaya lokal yang mendorong Guruh belajar menari Jawa, Sunda, Bali lalu mementaskannya di atas panggung. Guruh juga mahir bermain piano. Ia sempat membentuk sebuah band bernama Beat-G di tahun 1965 yang sepuluh tahun kemudian album perdananya dirilis. 

Di album itu ia berkolaborasi dengan musisi-musisi ternama seperti Chrisye, Abadi Oesman dan Keenan Nasution. Musik yang diangkat dalam album itu adalah musik dengan paduan irama gamelan Bali.

Di tahun 1977 Guruh mendirikan sanggar tari Swara Mahardhika.  Konser pertamanya yaitu Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra I berjalan sukses. Guruh pun menggelar konser keduanya yaitu Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra II dengan tajuk "Untukmu Indonesiaku" yang dibuat menjadi film documenter yang dipublikasikan pada tahun 1980.

Konser ketiganya, Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra III digelar di Singapura dengan tajuk Cinta Indonesia Pagelaran Jakarta Week. Konser keempat kembali digelar di Jakarta pada tahun 1986, Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarnoputra IV dengan tajuk Gilang Indonesia Gemilang (dilansir dari: Kinibisa.com)

Kecintaan Guruh pada bahasa dan budaya Indonesia seringkali dituangkan dalam lagu-lagu ciptaannya seperti "Cinta Indonesia", "Lenggang Puspita" dan "Damai". Guruh berkolaborasi dengan musisi lainnya dalam membawakan lagu-lagu ciptaannya ini seperti Ahmad Albar dan Vina Panduwinata.

Album "Guruh" dari band Gipsy yang Guruh bentuk baru dilirik konsumen pada 30 tahun sejak album itu dibuat. Bahkan, album berisi alunan musik khas Bali ini menjadi bahan pembicaraan penggemar music rock progresif dari Eropa, Jepang dan Amerika. 

Selain album pertama, band Gipsy juga pernah mengeluarkan album lagi pada tahun 1978 masih dengan nuansa aransemen musik tradisional Bali. Guruh pun membuat pagelaran-pagelaran kolosal di antaranya saat HUT Jakarta ke-462, dalam rangka 10 tahun Swara Mahardika.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline