Lihat ke Halaman Asli

Lia

A Science and Pop Culture Enthusiast

Setiap Insan Itu Berharga dan Layak Bahagia

Diperbarui: 23 Juni 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Happy Person Sumber: Pexels

Pandemi Covid-19 yang membuat berbagai sektor bertransformasi ke era digital. Hal ini membuat masyarakat lebih aktif secara online sehingga aktivitas di media sosial pun kian menarik untuk diikuti. Masalahnya, media sosial juga tak lepas dalam menghadirkan kecemburuan sosial. 

Apabila biasanya kehidupan seseorang hanya bisa dijangkau secara langsung, kini semua orang di manapun dan kapanpun dapat mengakses informasi mengenai kehidupan orang lain. 

Dampaknya, muncul rasa insecure karena ketimpangan kehidupan atau perbedaan status sosial pada kelompok tertentu.

Inilah masalah yang saat ini hangat dibicarakan, terutama pada kalangan muda seperti generasi Z. Kesehatan mental, serangkaian peristiwa tersebut pada akhirnya mempengaruhi kondisi psikis seseorang. 

Akibat paparan informasi yang tak terbendung secara terus-menerus, membuat seseorang bisa merasa tertinggal, insecure, hingga paling parah depresi karena membenci dirinya sendiri. 

Riset: Kelompok Muda Rentan Depresi Selama Covid-19

Melansir dari Databoks, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengungkapkan bahwa sebanyak 67% responden mengaku depresi terkait Covid-19. 

Tak hanya itu, World Economic Forum (WEF) dengan Zurich Insurance Group menerbitkan laporan Risiko Global 2021 yang menyebutkan bahwa 80% anak muda di seluruh dunia diterpa penurunan kondisi kesehatan mental selama pandemi Covid-19. 

Tidak sedikit pula yang menilai bahwa generasi muda sekarang ini cenderung "loyo", mudah insecure, atau sering memilih "healing". Wajar saja, mengingat generasi muda menjadi kelompok yang harus mudah beradaptasi di era yang serba dinamis ini. 

Sementara akses informasi terbuka begitu bebas sehingga paparan konten yang overload membuat seseorang merasa lebih kecil akan posisinya.  

Contoh sederhana, si A yang merupakan mahasiswa tingkat akhir dan masih berjuang menyelesaikan skripsi harus membiasakan diri melihat rekannya atau adik tingkatnya yang sudah sukses terlebih dahulu. Itu semua dapat terakses karena cepat dan bebasnya penyebaran informasi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline