"Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan".
Demikianlah, terdengar sayup-sayup sebait tembang yang dinyanyikan seorang biduan, terdengar di telinga Pak Sukma seolah-olah menertawakan dirinya yang sedang tepekur meratapi nasibnya.
Bagaimana tidak, di usianya yang sudah tidak muda lagi, sebagian besar teman-temannya menikmati hari tuanya bersama dengan keluarganya.
Tetapi Pak Sukma jangankan berkumpul dengan keluarga, rumah pun sekarang dia tak punya, anak angkatnya yang masih sekolah di SD, dia titipkan pada keluarga mendiang istrinya ketika dia memutuskan untuk menikah lagi, jadi kalau pun anaknya akan diambil lagi. Sekarang dia sudah tak mampu, untuk hidup sendiri pun, hanya seadanya, bahkan lebih banyak dari belas kasihan orang. Dengan demikian dia merasa malu untuk minta dikasihani keluarga istri pertamanya itu.
Penyesalanlah yang sekarang dirasakan Pak Sukma. Kini untuk tempat bernaung pun dia menumpang tak menentu, kadang-kadang di emperan mesjid, karena di dalam mesjid jaman sekarang tidak bisa, selepas sholat isya, kebanyakan dikunci mungkin karena banyaknya kejadian barang-barang mesjid yang digondol maling. Terkadang Pak Sukma tidur di tempat jualan yang ditinggal pemiliknya, sekedar berteduh dan tidur untuk berlindung dari panas dan hujan. Dan untuk makan perutnya yang kempis pun dia dapatkan dari belas kasihan orang, sungguh miris nasib Pak Sukma.
Beberapa tahun yang lalu, setelah merasa cukup dari hasil berdagang di kota, Pak Sukma kembali ke kampung bersama istrinya Bu Tuti, dengan maksud untuk menikmati hari tuanya.
Pernikahan mereka sudah berjalan puluhan tahun tapi tidak dikaruniai anak, hingga di suatu malam yang sepi, sayup-sayup Pak Sukma mendengar suara tangisan bayi yang terdengar tidak jauh, karenanya beliau membangunkan Bu Tuti,
"Bu...bangun, coba dengar, bapak barusan mendengar suara tangisan bayi"
"Achh..bapak, tangisan dari mana?" Tanya Bu Tuti sambil mengucek-ngucek matanya.
Tiba-tiba,
"Eaaa....eaaa....eaaa...."
Mendengar tangisan bayi tersebut, untuk sesaat Pak Sukma dan Bu Tuti hanya saling pandang karena terkejut. Kemudian tanpa di komando, suami istri tersebut beranjak dari dipan, menuju arah tangisan.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H