Lihat ke Halaman Asli

Lianti P Lontoh

usaha di bidang fashion dan kuliner

Masih Saja Dipertahankan Dosen S1

Diperbarui: 30 Mei 2017   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebuah perguruan tinggi profesional seyogyanya memperhatikan kualifikasi dan kualitas staff pengajarnya. Bayangkan saja di sebuah perguruan tinggi setingkat politeknik, seorang lulusan S2 Elektroteknik diuji microteaching oleh lulusan S1; kebetulan kaprodi Teknik Komputer. Dan ternyata sang kaprodi Teknik Komputer lulusan S1 Teknik Informatika. Sangat ironis sekali!

Apakah begitu 'emasnya' sang dosen S1 tersebut, dan briliantnya sehingga oleh para pejabat kampus tersebut diangkat menjadi seorang ketua program studi (kaprodi) Teknik Informatika? Ooh, mungkin yang bersangkutan lulusan PTN (negeri, sekelas ITB, UI, ITS atau UGM mungkin..?) Tidak ternyata; dia hanya lulusan dari perguruan tinggi swasta dimana baru 1 tahun yang lalu sejak sang kaprodi lulus baru saja program studi almamaternya tersebut mendapat akreditasi B.

Sungguh begitu 'kental' sekali; mungkin, aroma nepotis atau kolusinya dalam rekrutasi seorang dosen. Dan bisa saja kurang dari 1 tahun kelulusan S2-nya, namun sudah bisa di-approve dan diajukan permohonan kenaikan Jabatan Fungsional Akademik (JFA) menjadi Asisten Ahli Golongan IIIA (100). Di satu sisi, dosen yang lebih dari 5 tahun kelulusan S2-nya dan lebih dari 10 tahun mengajar harus 'ditahan' dulu pengajuannya agar 'sang anak emas' maju terlebih dahulu untuk kenaikan JFA-nya. Maklum di kampus politeknik tersebut setiap dosen yang akan diajukan kenaikan JFA melewati sistem kuota.

Garbage-In-Garbage-Out, input-an yang dilatih oleh kualifikasi pengajar seperti 'itu' hanyalah berupa luaran 'sampah' yang tidak memiliki mental dan kualifikasi baik di bidangnya. Hanya terngiang-ngiang di telinga, yang terpenting membangun 'link' dan 'koneksi' yang baik, kompetensi bisa beradaptasi nantinya.

Lebih baik kurikulumnya diganti dengan fokus terhadap keilmuan nepotis dan kolusi. Bukankah 'dunia' lebih membutuhkannya??

http://unnes.ac.id/berita/penjelasan-kemenristekdikti-tentang-dosen-berkualifikasi-s1-dan-prajabatan-cpns/

http://www.mahasiswanews.com/2017/04/dosen-bergelar-s1-akan-dihilangkan-ini.html

http://www.harianterbit.com/hanteriptek/read/2016/03/31/59278/33/22/53.031-Dosen-di-Indonesia-Berijazah-S1




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline