Lihat ke Halaman Asli

Akhir Sebuah Kejujuran

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar matahari pagi menyinari embun yang menempel pada daun-daun  pohon kamboja, menambah segar udara di hari ini, setelah hujan rintik-rintik membasahi bumi. Rutinitas yang kulakukan disetiap pagi membuat sarapan untuk ketiga anakku dan suami tercinta agar mereka semua dapat beraktifitas seperti biasa, seperti juga dengan diriku.

“Sudah ya sayang mama nanti kesiangan nih kalau terus menunggu sampai kamu masuk”. Ucapku pada anak bungsuku, ku lihat bu sinta guru anakku yang tk melambaikan tangan pada kami. “kalau mau berangkat kerja pergi saja mama, tuh! Bu guru sinta sudah datang” Aku tersenyum menanggapi anak bungsuku yang begitu pengertian kalau mamanya harus bekerja, Akhirnya aku bergegas karena waktuku tidak banyak untuk sampai ke kan...ciiiiiiiiit! sebuah sepeda motor hampir saja menabrakku andaikan pengendaranya tidak mengerem mendadak, aku mencoba untuk tenang sambil memperhatikan pengendara motor di depanku “Rani..?”. Dia menyebut namaku aku mencoba memperhatikan wajahnya”Kamu siapa?” jawabku spontanitas,”masa kamu ga kenal aku?” aku menggeleng karena slayer masih menutupi wajahnya, kuberi isyarat untuk membuka penutup wajah itu, perlahan dia membukanya sambil tersenyum, aah wajah yang tak asing bagiku, wajah yang pernah kurindukan yang terus menghilang entah kemana”Gimana ran..kamu masih lupa sama aku?”. Aku tersadar dan berusaha menguasai diri”Bagaimana kabarmu han?”aku mencoba mencairkan suasana agar tidak kelihatan canggung di depannya.

Sejak pertemuanku dengan han membuatku teringat pada masa lalu dimana masa ketika aku SMA dulu, masa ketika aku mengenal handoyo kelas XII IPA 2 yang handsome and smart, ketika itu aku masih adik kelasnya, kami sering bertemu karena rumah kami hanya berbeda gang saja, aku  jarang keluar rumah, ketika pergi sekolah selalu bertemu dengannya, dia ramah dan tampaknya senang berteman dengan siapa saja, sering membantu teman yang sedang kesusahan termasuk aku ketika baru pindah sekolah, dia yang membantu aku agar  cepat mempunyai teman, sampai akhirnya kami menjadi dekat satu sama lain yang tadinya aku mengira tidak akan menimbulkan masalah bagi kedua orangtuaku, tapi ternyata sebaliknya, kedua orangtuaku marah ketika mengetahui aku dekat  dengannya.  Alasan kedua orangtuaku melarangnya karena handoyo bergaul dengan anak-anak di daerah kami yang berperilaku negatif seperti merokok dan bermabuk-mabukan yang aku yakin dia tidak akan melakukannya, tapi karena orangtuaku sering melihat dia berkumpul dengan mereka, orangtuaku berkeyakinan kalau handoyo tidak jauh berbeda dengan mereka.

Kedua Orangtuaku menginginkan kelak calon suami aku adalah orang yang faham agama, karena keluarga kami adalah keluarga yang agamis. Handoyo lulus terlebih dahulu dan melanjutkan kuliah sedangkan aku fokus pada ujian, kami jarang bertemu karena kesibukan masing-masing dan handoyo tidak berusaha menunjukkan kesungguhannya di depan kedua orangtuaku kalau dia mencintaiku, yang pada akhirnya membuat aku ragu dengan ketulusan cintanya padaku, sampai suatu saat aku bertemu dengannya di jalan”Rani mau kemana, aku mau bicara sama kamu..”aku menggeleng dan berusaha menghindar darinya sambil berucap “no, my parent looked me”. Aku sengaja berbicara dalam bahasa inggris agar orang yang ada disekitar kami tidak mengerti apa yang kuucapkan barusan, walau hati ini menginginkannya tapi aku terus menghindar darinya karena takut dengan kedua orangtuaku, aku lelah tuk meraih kembali dirimu disisiku, karena kau tak pernah memberikan kabar tentang perasaanmu sedikitpun kepadaku. akhirnya kami sama sekali tidak bertemu selama dua tahun dan aku tidak bisa melupakannya. Tapi akhirnya ku dengar kabar kalau dia akan menikah dengan wanita pilihannya sendiri, hatiku sakit mendengarnya yang pada akhirnya aku berusaha untuk melupakannya dan memilih untuk menikah dengan laki-laki pilihan kedua orangtuaku beberapa tahun kemudian.

Kini handoyo telah hadir kembali dihadapanku setelah kami semua...aku tersentak kaget karena handpone di kantong bajuku berbunyi”Ya halo..siapa nih!” aku bingung karena nomor yang tidak aku kenal”Aku Handoyo”.Aku tersentak kaget, darimana dia tahu nomorku? ”Aku tahu nomormu dari facebook, bisakah kita bicara sebentar?ada yang perlu aku luruskan denganmu karena aku pernah salah faham tentang kamu”, aku mengiyakan dan permisi sebentar pada atasan untuk keluar ruangan.

“Sebelumnya aku minta maaf padamu karena telah meninggalkanmu begitu saja, kamu ingat terakhir kali kita bertemu?aku ingin bicara sama kamu tapi kamu berlalu begitu saja sambil mengucapkan kata-kata yang ga jelas di telingaku, dan yang tertangkap oleh telingaku pada saat itu adalah nama seorang laki-laki yang aku fikir itu adalah nama calon suami kamu, terus terang aku jadi patah semangat waktu itu, tadinya aku ingin menyelesaikan kuliahku dulu setelah itu bekerja dan melamar kamu sama orangtua kamu, tapi setiap kali aku ingin bicara kamu selalu menghindar”. Aku mencoba membela diri”waktu itu aku takut dengan kedua orangtuaku karena mereka selalu mengawasiku, makanya ketika terakhir kita ketemu aku bicara dalam bahasa inggris my parent looked me agar kamu faham posisiku”. “Nah itu dia! aku fikir kamu menyebut nama seseorang dan itu calon suami kamu”. “Jadi......?” mulutku ternganga mencoba memahami penjelasannya, dan akhirnya aku tersenyum-senyum sendiri setelah faham apa yang dia maksud. “Jujur, aku agak frustasi setelah itu dan akhirnya memilih untuk menikah dengan wanita yang sekarang menjadi istriku, karena aku merasa aku tidak bisa mengharapkanmu lagi,  betapa bodohnya aku saat itu tidak berusaha untuk bertanya dan mencari tahu langsung  sama kamu, memang.. kebodohan adalah pangkal kesesatan ya ran..” Aku tersenyum mengiyakan. “Tapi yang harus kita sadari bersama adalah kita tidak berjodoh, walaupun waktu itu kita saling mencintai”. Aku menyudahi pembicaraan karena sudah waktunya untuk bekerja kembali.

Aku sangat memahami apa yang handoyo katakan, meskipun demikian kejujuranmu  sangat ku hargai,  kejujuranmu tidak akan memberikan arti apapun dalam kehidupan kita, karena saat ini kita sedang menjalani takdir kita masing-masing, Kau hanya masa laluku yang kadang hadir tuk menyapaku, terima kasih dengan kejujuranmu Han!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline