Lihat ke Halaman Asli

Liana Fitri

mahasiswi

Menyusuri Sejarah Dan Unsur Budaya Yang Terdapat Pada Arsitektur Masjid Tegalsari Ponorogo

Diperbarui: 18 November 2024   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Tegalsari

Sejarah Masjid Tegalsari

            Kota Ponorogo merupakan salah satu Kota yang berada didaerah Provinsi Jawa Timur. Kota ini juga terkenal dengan Kesenian Reog yang sudah dikenal sampai manca negara. Selain terkenal dengan kesenian Reognya, Kota Ponorogo ini juga terkenal dengan Kota Santri. Hal ini karena banyak Pondok Pesanten yang berdiri diKota Ini. Salah satunya adalah Pondok Pesantren Gontor. Cikal bakal pendirian Pondok-Pondok Pesantren ini kebanyakan adalah berasal Dari Tokoh-tokoh yang pernah nyantri diTempat Kyai Ageng Hasan Besari. Beliau merupakan pendiri dari Masjid Tegalsari dan Pesantren Gebang Tinatar yaitu sekitar tahun 1669.

             Kyai Ageng Hasan Besari merupakan Putera kedua dari Kyai Anom Besari dari daerah Kucer, Caruban Kabupaten Madiun. Beliau mempunyai kakak bernama Kyai Khotib Anom dan seorang Adik bernama Kyai Noer Shodiq. Sebelum mendirikan Masjid Tegalsari ini Kyai Ageng Hasan Besari pernah nyantri ditempat Kyai Domophuro. Kyai Domopuro ini merupakan Pendiri Pesantren yang ada diDusun Setono. Selain itu Kyai Domopuro ini termasuk salah satu keturunan Dari Sunnan Tembayat. Kyai Ageng Hasan Besari mondok diPesantren Setono selama kurang lebih 12 tahun lamanya bersama adiknya Kyai Noer Shodiq. Dipesantren tersebut Beliau mempelajari berbagai ilmu agama. Suatu hari Kyai Hasan Besari dan adiknya pergi untuk jalan-jalan sampai daerah Manthub. Ditempat tersebut salah satu dari mereka merasa kehausan dan tepat disekitar tempat tersebut terdapat pohon kelapa. Akhirnya Kyai Ageng Hasan Besari melambaikan tangannya kearah pohon kelapa tersebut dan benar semua buah kelapa tersebut berjatuhan. Dan hal tersebut diketahui oleh pemilik pohon kelapa yaitu Kyai Nursalim. Kyai Nursalim berpendapat bahwa hal yang dilakukan oleh Kyai Ageng Hasan Besari merupakan cara yang salah karena buah kelapa yang dibutuhkan Kyai Ageng Moh. Besari hanya satu tetapi yang jatuh semuanya sehingga buah kelapa tersebut menjadi mubadzir. Akhirnya Kyai Manthub memberikan contoh dengan cara memegang pohon kelapa tersebut. dan benar pohon kelapa tersebut merunduk. Setelah selang beberapa lama, tepatnya pada tahun 1667 akhirnya Kyai Ageng Hasan Besari menikah dengan putrinya Kyai Manthub. Karena sudah lama mencari ilmu diSetono akhirnya Kyai Ageng Hasan Besari diberi Tanah diTimur Sungai Keyang untuk dilakukan babat alas dan dijadikan Masjid.

              Pada tahun 1669 didirikan Masjid pertama. Di tahun 1680 Kyai Ageng Hasan Besari mendirikan tempat Ngaji para santri dan Kyai atau biasa disebut tempat Pamulangan. Pondok ini diberi nama Pondok Gebang Tinatar. Proses pembangunan dibantu oleh Kyai Khotib Anom dan juga Kyai Noer Shodiq. Karena masjid itu kecil, akhirnya Masjid itu diberikan kepada Puteranya Moch Ishaq yang sekarang berada DiDesa Coper. Akhirnya Kyai Ageng Hasan Besari mendirikan masjid yang kedua yaitu sekitar tahun 1724 yang masih ada sampai sekarang. Masjid ini dapat menampung santri dan Jama'ah dalam jumlah yang besar. Dan di Tahun yang sama, Kyai Hasan Besari mendapat Gelar "Kyai Ageng". Hal ini karena Beliau telah menolong Paku Buwono II Raja Kerajaan Mataram yang melarikan diri kedaerah Ponorogo karena terjadi "Geger Pacinan" yang mengakibatkan daerah Mataram dikuasai oleh Raden Mas Garendi. Kyai Ageng Hasan Besari meninggal tahun 1747 dan akhirnya diteruskan oleh putera-puteranya sampai cucunya Kyai Kanjeng Hasan Besari tahun 1787. Dari tempat ini banyak menumbuhkan Tokoh-tokoh Agama atau tokoh-tokoh pemimpin Bangsa seperti :

  • Gus Dur,
  • Raden Ngabehi Ronggowarsito,
  • Pangeran DiPonegoro
  • Pakubuwono II Penguasa Kerajaan Kartasura
  • Tokoh Pergerakan Nasional H.O.S Cokroaminoto
  • Raden Cokronegoro(Bupati Ponorogo) dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya

            Masjid Tegalsari ini pernah dilakukan pemugaran pada Masa Presiden RI yang kedua yaitu masa Soeharto. Pada tahun 1976 sampai bulan Februari tahun 1977. Pemugaran yang pertama ini dilakukan dengan menambahkan sentuhan modern diserambi masjid, memperluas lahan didepan masjid, serta mengganti genteng asli yang berbentuk sirap dengan genteng biasa. Namun hal tersebut hampir saja mengubah bentuk asli bangunan.

           Pada tahun 1994 sampai 1995 Masjid ini mengalami pemugaran yang kedua oleh Dinas Purbakala Jawa Timur. Pada pemugaran yang kedua ini dilakukan penggantian tembok yang sudah Tua serta mengembalikan bentuk genteng biasa kebentuk sirap, hal ini dilakukan untuk mengembalikan bangunan ini seperti aslinya. Sedangkan pawastren dilakukan pemugaran pada tahun 2010 dengan penambahan tiang dari bahan beton serta penambahan ornament pada atap Pawastren.

Unsur Budaya Yang Terdapat Pada Arsitektur Masjid Tegalsari

  • Atap Masjid : atap masjid Tegalsari memiliki bentuk atap joglo. Atap masjid yang mengadopsi dari budaya arsitektur masjid Demak ini menunjukkan adanya percampuran unsur Hindu serta digunaka sebagai sarana islamisasi. Atap masjid tegalsari berbentuk Tumpang Tiga. Hal ini mempunyai makna bahwa 3 hal yang harus dimiliki oleh Umat Islam yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Selain itu atap tumpang 3 ini juga dapat diartikan sebagai 3 amalan yang harus dilakukan oleh manusia yang hidup didunia yaitu Syari'at, hakekat dan Ma'rifat. Pada bagian atap paling atas ini terdapat sebuah Tempayan terbalik yang berasal dari Tanah liat. Tempayan ini diibaratkan sebagai sebuah kubah 

Ruang Utama Masjid Tegalsari

  • Ruang Utama : Ruang utama Masjid Tegalsari ini berbentuk bujur sangkar berukuran 16,25 x 16, 25 meter. didalam ruang utama Masjid Tegalsari terdapat  36 buah tiang penyangga secara keseluruhan. Angka tiga dan enam memiliki filosofis yaitu bila dijumlahkan menjadi angka sembilan yang memiliki arti walisongo.

Batu Bancik

  • Batu Bancik : Batu bancik yang berada di undakan serambi masjid ini dulunya digunakan oleh Kyai Ageng Hasan Besari untuk duduk saat sedang sholawat dan berdoa. Awalnya dibatu ini terdapat tulisan namun lama kelamaan tulisan ini hilang. Batu ini merupakan salah satu bukti peninggalan Jaman Hindu yaitu Masa Kerajaan Majapahit. Batu Bancik ini posisisnya terbalik, hal ini mengandung arti bahwa masyarakat yang menganut ajaran Hindu berada dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit seiring dengan berdirinya Masjid Tegalsari ini. Susunan batu bancik ini menyerupai undak-undakan dimana posisi tengah diisi oleh batu bancik yang paling kecil. Filosofi dari susunan batu bancik tersebut adalah syariat, hakikat dan ma'rifat yang diberikan kepada orang tertentu sebagai karomah oleh Yang Maha Kuasa
  • gapura dan Pagar : masjid Tegalsari memiliki gapura dan pagar rendah yang mengelilingi halaman dan kompleks masjid. Gapura merupakan salah satu ciri khas dari bangunan tradisional jawa pada masa hindu yang digunakan sebagai pintu masuk tempat ibadah. Gapura yang berada didepan masjid tegalsari memiliki makna ampunan dosa. Pagar berbentuk cembung, melengkung dan menjorok keluar. Hal ini memiliki makna pencegahan terhadap kejadian yang pernah terjadi pada masa lalu yakni ketika pagar masih lurus, jika ada yang naik motor/sepeda tidak turun sewaktu melewati masjid ini maka ia akan celaka atau jatuh. Hingga akhirnya pagar ini dibuat berkelok sampai sekarang. Selain itu hal ini sebagai wujud perlindungan terhadap umat islam yang sedang beribadah, perlindungan ini diberikan oleh Allah SWT dari kaum kafir dan godaan setan.

    Masjid Tegalsari adalah contoh nyata bagaimana arsitektur dan budaya lokal dapat mencerminkan nilai-nilai spiritual serta perkembangan Islam di Jawa khususnya dikota Ponorogo.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline