Lihat ke Halaman Asli

Liamvanya

Pengurus rumah tangga

Kisah dari Masa Lampau

Diperbarui: 5 Februari 2019   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. pribadi

Berawal dari Medan, Sumatera Utara, 2 Mei 1998. Para mahasiswa berunjuk rasa. Ada sentimen anti-polisi. Ada kebencian di situ. Berbagai infrastruktur dan fasilitas keamanan dirusak dan dihancurkan. Hingga pada 4 Mei 1998, kumpulan pemuda melakukan aksi pembakaran di beberapa titik di kota Medan. Sungguh anarkis.


Keadaan Setelah itu semakin mencekam. Di Jakarta, aksi demo krisis moneter para siswa menghabiskan empat belas korban jiwa. Dan siapa sangka, peristiwa yang terlempar dari mahasiswa Universitas Trisakti di bulan Mei 1998 itu menjadi pemicu massa yang menuntut pengunduran diri Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto.

Kamis, 21 Mei 1998, Presiden Soeharto mengundurkan diri. Wakil Presiden, BJ Habibie, mulai roda pemerintahan menjadi Presiden ke-3 Republik Indonesia dengan membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan.

Aku pun teringat, 21 tahun yang lalu, terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang terjadi berbagai perusahaan dolar dan para pemberi pinjaman menarik kredit besar-besaran.

Waktu itu kamu bercerita, itulah ayahmu saat itu bekerja di salah satu perusahaan swasta itu. Kontrak dibatalkan tidak diperpanjang lagi. Perusahaan menempatkan sulit untuk masa-masa-sulit.

Sebagai anak yang paling tua dari empat orang bersaudara, kamu harus membantu bertanggung jawab untuk membantu meringankan beban ekonomi kedua orangtuamu. Saat itu, katamu, mereka tengah gundah memikirkan nasib pendidikan adik-adikmu.

Dengan berbekal Ijazah yang baru saja datang terima, kamu akan datang perusahaan demi perusahaan untuk melamar kerja. Akan tetapi, semua menjawab, "Tidak ada lowongan" Akhirnya, disetujui memutuskan untuk bergabung dengan temanmu yang saat ini sedang menjadi dadakan setelah Reformasi.

Di depan sana, saat pertama kali kita berjumpa, saat itu kamu katakan, itu kamu baru pertama kali ikut teman-temanmu meramaikan demo bayaran bersama mereka.

"21 tahun yang menyenangkan, tapi kamu masih ingat semua cerita itu.""Iya, aku ingat semuanya. Aku ingat saat pertama kali bertemu denganmu di ujung jalan itu. Saat itu, di ujung jalan itu, aku menarik tanganmu. Aku membantumu lari dari kejaran aparat yang tengah mengejarmu," kataku sambil memandang lelaki bermata teduh di depanku . Penampilannya jauh berbeda dari yang kukenal pada 21 tahun yang lalu."Hmm, kamu masih cantik.""Tidak seperti dulu," kataku berusaha tenang sambil kembali menyeruput kopi yang sejurus terlupakan."Namun, aku masih tetap menyukaimu sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah sedikit pun dari rasa itu, walau sejak itu kita tidak pernah bertemu lagi.""Aku tidak suka yang tahu,""Iya, aku tahu itu. Dulu kamu adalah cewek tomboy yang kukenal selalu memakai celana  jeans  belel dengan kaos kaos  dan kamera yang tidak lepas dari tanganmu. Sekarang, ... Kamu baru pulang dari pengajian, ya?""Aku bukan lagi cewek tomboy selama 27 tahun yang dulu sering di bengkel pada anak ABGlu 19 tahun yang kerap membuatku kesal.""Kenapa?""Karena kamu tidak pernah menganggap aku sebagai kakakmu.""Hmm. Sampai sekarang kamu masih kesal?""Masih. Sampai sekarang aku masih ingat dengan jelas saat aku pertama kali menamparmu dulu!""Ups. Kamu masih ingat dengan semua itu?""Iya. Sampai sekarang.""Semuanya? Seperti aku yang masih ingat dengan semua kenangan di tempat ini bersamamu?""Iya. Saat itu di bawah rintik hujan kita berteduh di pinggir jalan. Dan, malam itu, di depan toko itu menciumku.""Dan, kamu menamparku.""Iya. Aku menampar adik yang nakal, yang tidak pernah mau mendengar omonganku, dan selalu membuatku jengkel, karena terus mendapat kesempatan untuk bisa menciumku.""Kamu marah?""Mana perempuan yang tidak marah dicium dipaksa seperti itu?""Lalu, bagaimana saat itu kamu selalu mengajakku ikut menemanimu?""Aku tidak tahu. Entah Ternyata, saat ini aku menyayangimu. Namun, itu sebatas rasa sayang seperti kakak menyayangi adik laki-laki. Lakinya. Mungkin aku anak tunggal dan saat ini aku ingin jadi adik laki-laki sepertimu.""Aku juga menyayangimu, bahkan sampai saat ini, rasa itu tidak berubah sedikit pun.""Aku tidak lagi suka yang berhubungan kenal dulu. Aku sudah punya dua orang anak sekarang. Yang sulung sudah kuliah masuk semester satu, sementara yang bungsu sudah masuk SLTP dua tahun yang lalu.""Setelah sekian tahun berlalu, Apakah kamu mau bertemu denganku? Dan, Kenapa harus di tempat ini?" 

"Jujur saja, aku ingin tahu kabarmu. Adik nakal yang dulu sering membuatku jengkel. Adik nakal yang kadang sampai membuat aku memutuskan pacarku hanya karena dia meminta aku memilih untuk pergi dia atau melepaskan laki-laki itu."

"Dan, kamu memilih tetap bersamaku. Kenapa?""Aku tidak tahu. Saat itu aku berpikir, kalau aku lebih baik kehilangan pacarku daripada harus kehilanganmu.""Kenapa?""Jangan tanya, kenapa. Sebab, sampai sekarang pun aku masih belum bisa menjawabnya. Sama seperti saat ini di mana aku, akhirnya, memutuskan untuk menemuimu di tempat ini.""Mengapa kamu memutuskan untuk mengundangku bertemu di tempat ini?""Aku tidak tahu. Aku tahu, di sini ... kita pertama kali bertemu dulu.""Kamu masih marah, karena aku tidak pernah memberi kabar setelah kerusuhan waktu itu?""Iya. Aku benci pada orang yang sudah membuatku menangis waktu itu. Aku sangat marah pada orang yang pergi begitu saja tanpa pernah memberi kabar apa pun. Waktu itu, aku hampir gila. Aku terus mencari dan mencari. Namun, kamu raib. Hilang seperti ditelan hantu. Sekian tahun lamanya aku menunggu kabar tentangmu sampai akhirnya aku memutuskan menikah dengan mantan pacarku yang kuputuskan dulu demi adik nakal yang tidak pernah tahu bagaimana perasaanku. Dan, setelah sekian lama muncul, tiba-tiba saja, entah dari mana dia bisa mendapatkan nomor  handphone -ku, lalu dinilai ingin bertemu denganku. ""Kamu cantik. Dari dulu kamu selalu cantik di mataku. Sebelumnya, sampai sekarang pun kamu tetap cantik.""Pun setelah aku pernah menikah dan sekarang sudah memiliki dua orang anak?""Iya. Hmm. Pernah?""Iya. Lelaki yang pernah berkelahi denganmu itu telah menikahiku beberapa tahun setelah mengalami menghilang begitu saja.""Terus?""Lima tahun setelah tiada kabar darimu, lelaki itu datang melamarku.""Terus?""Aku dan dia akhirnya menikah, karena orangtuaku tidak tahan lama-lama mendengarkan karena sering disebut perawan tua. Mereka beruntung aku mau menerima lamaran pria yang telah memberiku dua orang anak itu.""Terus?""Lima tahun yang lalu pula, sebelum membunuh menghubungiku, dia adalah salah satu korban dari penumpang yang tewas pada kecelakaan pesawat yang menimpa awak AirAsia di kapal Laut Jawa.""Aku ikut berduka cita.""Apakah masih ada yang menganggapku sebagai dulu setelah tahu, itu bukan lagi gadis tomboi yang ingin tahu dulu?""Sama seperti dulu. Tidak ada yang berubah. Kamu tetap cantik di mataku, bahkan sampai sekarang pun begitu. Dan juga, sampai sekarang tidak ada pun yang bisa mengubah keputusanku dari dulu. Aku tetap tidak ingin menjadi adikmu.""Kenapa?""Karena, ... aku ingin menjadi suamimu.""Pun setelah tahu, apakah aku sudah memiliki dua orang anak dari lelaki itu?""Iya, tidak sedikit pun yang berkurang dari rasa sayangku padamu. Persis sama seperti dulu. Lagi pula, sama seperti dirimu, waktu juga telah mengubahku. Sekarang aku juga tidak adik yang nakal seperti yang pernah kamu kenal dulu.""Hmm ...""Akan tetapi, aku masih punya pertanyaan untukmu.""Apa itu?""Mengapa kamu ingin bertemu denganku di tempat ini?""Iya, aku ingin di sini. Di awal pertemuanku denganmu lagi setelah sekian lamanya, aku mau kita bertemu di tempat mana dulu aku pertama kali mengenalmu.""Ya. Di sini, di tempat ini kita pertama kali bertemu. Di sini pula aku mengenalmu. Namun, setelah itu aku pergi meninggalkanmu.""Maksudnya?"Pintu! Pintu!Darah segar menyembur dari dada lelaki berwajah teduh yang tengah duduk tepat di depanku. Bibirnya masih tersenyum, masih tampak teduh ke arahku. Aku terpaku, sebelum akhirnya aku menjerit!Laki-laki yang begitu kukasihi itu jatuh tersungkur dengan dua luka tembak di dadanya. Setengah tidak percaya, aku peluk erat lelaki yang usianya bebas tahun di bawahku itu. Tubuh itu bersimbah darah."Tidak!" kataku tak percaya. Lelehan darah masih terus keluar dari mulut, hidung, dan juga telinganya."Aku menyayangimu ... sampai kapan pun ... aku tidak akan pernah mau ... menjadi adikmu, karena ... aku ingin menjadi suamimu.""Jangan ..... Jangan lepaskan aku! Aku mencintaimu! Aku mencintaimu ....," rintihku sambil terus mengguncang-guncang tubuh lelaki dalam pelukanku itu. Kucium bibirnya, darah segar masih terus keluar dari mulut dan dari hidungnya.Aku meraung keras. Terus kupeluk dengan erat. Bak kesetanan aku masih terus mencium bibirnya, bibir yang tidak pernah tahu, sangat aku sangat mencintainya.Pasukan Khusus berlambang burung hantu dengan seragam hitam, dan selalu memanggul senapan serbu di setiap aksinya yang menarik tubuhku. Berusaha memegang pelukan erat pada tubuh lelaki yang 21 tahun lalu pernah memeluk erat tubuhku di tempat ini dulu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline