Kaum minoritas dalam julukan dan retorika di tingkat antar bangsa disebut the minorities atau minority groups. Kategori masyarakat sebagai fenomena sosial modern dan pasca modern ini merujuk kepada kelompok masyarakat, yang kebanyakan adalah kelompok masyarakat yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kelompok masyarakat lain yang dominan.
Kita ambil contoh pada kaum minoritas LGBT (Lesbi, Gay, Biseks dan TransGender)
LGBT adalah akronim dari "Lesbian, Gay, Biseksual, dan TransGender". Istilah ini digunakan semenjak tahun 1990-an dan menggantikan frasa "komunitas gay" karena istilah ini lebih mewakili kelompok-kelompok yang telah disebutkan.
Akronim ini dibuat dengan tujuan untuk menekankan keanekaragaman "budaya yang berdasarkan identitas seksualitas dan gender". Kadang-kadang istilah LGBT digunakan untuk semua orang yang tidak heteroseksual, bukan hanya homoseksual, biseksual, atau transgender. Istilah LGBT sangat banyak digunakan untuk penunjukkan diri. Istilah ini juga diterapkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris lainnya.
Berbicara mengenai kaum LGBT tidak akan ada habisnya, Begitupun media massa yang mulai menyoroti kaum ini, Media massa merupakan agen sosialisasi sekunder yang dampak penyebarannya paling luas dibanding agen sosialisasi lain. Meskipun dampak yang diberikan media massa tidak secara langsung terjadi, namun cukup signifikan dalam memengaruhi seseorang, baik dari segi kognisi, afeksi maupun konatifnya. Media massa mempunyai peran penting dalam pencitraan. Media massa dapat membentuk pencitraan tertentu dari suatu peristiwa atau suatu kelompok dan dipahami sebagai kebenaran atau kesalahan yang umum dalam masyarakat. Simbol-simbol atau istilah yang terus menerus diulang menciptakan citra tersendiri tentang sesuatu di mata masyarakat. Pencitraan yang sudah begitu melekat dalam benak masyarakat ini kemudian berkembang menjadi stereotype atau biasa kita sebut sebagai judjing (lebeling).
Pada mulanya media massa menggambarkan dan memberi stereotipe sehingga isu yang berkembang di masyarakat Indonesia dan dunia adalah mengenai kaum LGBT yang dianggap menyimpang dari norma, kenyataannya saat ini media massa tak lagi seperti itu, media massa justru mengekspos kaum-kaum tersebut dari sisi positif mereka. Kaum ini dipandang sebagai kaum yang ”benar” bukan lagi menyimpang. Contohnya saja saat ini banyak film-film bioskop bertemakan mengenai kaum LGBT, Mulanya kaum LGBT di gambarkan sebagai kaum yang emosional karena mereka merasa dibedakan dan dikucilkan dari masyarakat luas. Saat ini, kaum ini dilihat sebagai kaum yang lemah lembut dan penyayang tergambarkan dalam film lovely man. Adapun film hantu taman lawang yang bergenre horor tetapi dibalut sedemikin sehingga tergambarkan banci sebagai kaum yang tertindas dan baik hati. Media tidak pernah memberitakan sisi negatife mereka karena media tidak memiliki hak menjelekan atau mengeksploitasi kaum tertentu.