Lihat ke Halaman Asli

Kenaikan PPN 12% di 2025 Berpotensi Membuat Harga Beras Premium Meningkat

Diperbarui: 20 Desember 2024   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Penulis: Lia Fatma Kayla (2402212), Dosen Pengampu: Dr. Dinie Anggraeni Dewi,M.pd, M.Irfan Ardiansyah S.Pd,

Dalam baruan kebijakan, pemerintah menyiapkan insentif terhadap sektor yaitu rumah tangga, kelas menengah, dan dunia usaha. Dalam konteks ini, kebijakan tersebut berisiko tidak memenuhi prinsip keadilan sosial, yang mengharuskan pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, tanpa ada pihak yang dirugikan secara signifikan. Jenis barang dan jasa yang akan terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% diperkirakan bakal meluas, termasuk beras dan minyak goreng premium serta sabun. Kebijakan ini dinlai semakin memberatkan masyarakat kelas menengah ke bawah.


Pemerintah mengumumkan tetap menikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen, Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini diumumkan oleh mentri koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartaro Bersama mentri keuangan Sri Mulyani, juga mentri kabinet merah putih lainnya pada Konferensi pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

Pada tahun 2025, Pemerintah Indonesia berencana untuk menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, sebuah kebijakan yang diprediksi akan membawa dampak signifikan terhadap perekonomian, termasuk harga barang-barang pokok. Salah satu komoditas yang diperkirakan akan merasakan dampak terbesar adalah beras premium, yang kina mennjadi pilihan utama banyak keluarga diperkotaan.

Beras premium, yang sebelumnya sudah memiliki harga cukup tinggi, diperkirakan akan semkain mahal kenikan PPN tersebut. Peningkatan tarif pajak ini tentu saja akan langsung memengaruhi biaya produksi dan distribusi beras premium. Petani, penggilingan, dan pengecer semuanya akan menanggung beban lebih besar akibat kenaikan biaya produksi yang disebabkan oleh pajak tambahan tersebut. Dalam hal ini, masyarakat kelas menengah ke atas, yang merupakan konsumen utama beras premium, kemungkinan akan merasakan dampaknya lebih besar. Kenaikan harga beras premium bisa mengurangi harga beli mereka terhadap produk tersebut. Walaupun ada upaya dari pemerintah untuk memberikan subsidi atau bantuan sosial bagi kelompok tertentu, kenaikan PPN tetap akan berpotensi memicu inflansi yang membuat harga barang-barang kebutuhan lainnya juga ikut melonjak.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12%, akan memberikan dampak besar pada ekonomi dan masyarakat. Harga barang dan jasa cenderung naik karena produsen dan penyedia jasa biasanya akan membeankan pajak tambahan ini kepada konsumen. Hal ini  membuat daya beli masyarakat menurun, terutama bagi mereka yang penghasilanya terbatas, sehingga konsumsi barang dan jasa berkurang. Kenaikan harga ini juga bisa memicu inflansi, yang membuat harga barang dan jasa naik secara umum, sehingga semakin mengurangi kemampuan masyarakkat untuk membeli kebutuhan. Usaha kecil dan menengah (UKM) juga bisa kesulitan karena mereka mungkin tidak mampu menyesuaikan harga atau menurunkan biaya produksi.

Bagi petani dan produsen, kenaikan harga beras premium dapat menjadi peluang untuk memperoleh keuntungan lebih besar. Namun, hal ini tentu saja akan berbanding terbalik dengan konsumen yang terbebani dengan harga yang makin melambung. Dalam skenario ini, pemerintah harus hati-hati dalam merencanakan kebijakan subsidi atau bantuan yang tepat agar dampaknya tidak terlalu membebani masyarakat. Pada akhirnya, meskipun kenaikan PPN mungkin bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, dampaknya terhadap harga barang pokok seperti beras premium bisa menjadi tantangan besar, terutama bagi mereka yang berada di garis depan perekonomian, yaitu konsumen yang bergantung pada bahan pangan dengan harga yang semakin tinggi. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara penerimaan negara dan kesejahteraan masyarakat agar kebijakan ini tidak menambah beban hidup masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline