Lihat ke Halaman Asli

Terlanjur "Nyemplung" Jadi Perawat, Kok Bisa?

Diperbarui: 26 Mei 2020   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Hanya Sebagai Ilustrasi

Pas ditanya mau jadi apa? mau jadi pengacara, jawabku polos karena terkesima melihat pemberitaan cerai artis yang pengacaranya selalu ada buat diwawancarai. Aku tidak suka melihat ketidakadilan, misalkan saja melihat pemberitaan pencuri ayam untuk bertahan hidup dipukuli habis-habisan sedangkan para orang kaya masih bisa tersenyum saat ditangkap polisi karena kasus korupsi. 

Lucunyaa Negeriku... Masih ada banyak ketidakadilan yang terjadi dan buat hati ini pilu. Lalu cita-citaku berubah mau jadi psikolog karena kesukaanku membaca karakter orang, kepribadian orang lain dan kelihatannya menyenangkan kuliah psikologi. Dari kecil aku terbiasa membaca ramalan zodiak karena tidak sengaja melihat mamaku membacanya. Sungguh menarik pikirku, segala hal tentang kepribadian orang membuatku tertarik untuk membacanya lagi dan lagi. 

Tibalah, saatku memilih jurusan perkuliahan, dalam pikiranku sudah aku list berbagai jurusan yang ingin aku masuki, ada psikologi, hukum dan komunikasi. Loh Keperawatan nggak masuk list? Jujur aku akui sama sekali tidak ada pikiran masuk Keperawatan diawalnya. Ternyata, Tuhan menjawab doaku dengan cara yang berbeda. 

Saat itu, aku mengikuti jalur PMDK (melalui nilai raport), aku tiba-tiba bingung mengisikan jurusan kuliah. Aku ingat sekali saat itu aku polos bertanya ke teman disebelahku dia mau masuk mana. Masuk Perawat di salah satu perguruan tinggi negeri di kotaku.  Entah bagaimana bisa, aku pun memilih jurusan Keperawatan dan PPKN, aku pikir iseng saja aku memilih itu karena aku ingin kuliah di luar kota. 

Aku mengumpulkan berkas paling terakhir dan saat pengumuman tibaa..... Aku lolos dikeduanya. Semua temanku bersorak bahagia, aku pun bahagia tapi hanya sekedarnya. Setelah menyampaikan berita kelulusan pada kedua orang tuaku, mereka menyerahkan keputusan padaku untuk memilih. 

Aku memilih Perawat bukan karena tertarik melainkan jurusan PPKN yang kupilih lumayan jauh dan akses hanya lewat jalur darat dengan medan yang lumayan kalau bawa motor. Singkat kata, aku memulai kuliah Keperawatan. Diawal-awal perkuliahan, aku merasa tertekan karena belum ada "feel" dan dihadapkan pada hal-hal yang "menyeramkan" seperti melihat luka borok dari ringan sampai parah, melihat kegiatan operasi secara langsung, genangan darah, bantu BAK, BAB sudah biasa. 

Disamping itu, nilai semesteran pun mentok yang penting lulus. Lanjut semester selanjutnya lebih sulit lagi materi yang dipelajari, aku ingat aku beberapa kali remidi, iya remidi sistem kardiovaskuler dan respirasi. Ditambah adanya praktek klinik di rumah sakit.

Aku dihadapkan berbagai stressor, dari remidi dan remidi lagi sampai ada salah satu dosen yang mengatakan aku nggak bisa apa-apa, aku tidak bisa lulus nantinya, aku tidak bisa jadi perawat yang baik karena seringnya remidi dan gugup saat ujian praktek. 

Dipraktek sebenarnya semua berjalan baik, bahkan aku mulai menyukainya, walaupun ada hal yang dibilang cukup jadi hambatan saat jadi Perawat... yaitu aku takut liat banyak darah yang "muncrat" atau langsung keluar dari sumbernya kalau dari wadah atau genangan masih bisa ya. Pas diminta untuk ambil darah pasien, aku keringetan parah, mendadak pusing dan aku menyerah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline