Lihat ke Halaman Asli

Lia Kurniawati

Realistis dan No Drama

Fenomena Wartawan "Amplop"

Diperbarui: 13 April 2016   13:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Ada yang ganjil dalam kegiatan latihan US SD/MI hari kedua ini di Kompleks SD Cangkuang Kulon Kecamatan Dayeuh Kolot Kabupaten Bandung pagi ini yang berlangsung dari pukul 07.00-09.00 WIB sepanjang kegiatan berlangsung pintu gerbang di tutup rapat.

Di tengah suasana sepi dan khidmat diantara warga sekolah berseragam putih merah dan coklat kakhi khas Pegawai Negeri Sipil, terlihat dua orang pria petantang petenteng, bercelana blue jeans berbekal sebuah surat kabar dilipat sengaja di selipkan di saku belakang celana. 

Berpura-pura menanyakan toilet pada setiap orang yang ditemui, lantas menanyakan kantor kepala sekolah setiap SD. Bukan suatu kebetulan bahwa di sekolah ini merupakan gabungan dari 7 SD hingga di kepalai oleh 7 kepala sekolah. Hingga kedua orang tadi leluasa keluar masuk kantor kepala sekolah. 

Pria dengan iket kepala khas suku sunda yang berjalan dengan kepulan dari asap rokok yang di tentengnya. Kembali menanyakan toilet begitu berhasil keluar dari salah satu kantor kepala sekolah, terkesan memaksa bertamu bukan untuk mewawancarai namun memberikan 'ancaman' laporan hasil BOS online dipublikasikan di 'surat kabarnya'. Dengan sedikit memaksa meminta uang untuk sekedar ongkos pulang!. 

Dahsyat sekali ternyata pengaruh sang pewarta berita hingga mampu memberikan 'ancaman' pemberitaan yang dijadikan senjata untuk 'memeras' setiap sekolah dengan dalih penggunaan dana 'BOS' Bantuan Operasional Sekolah. 

Lantas apa yang kita maknai dari kejadian ini?!. Langkah pertama yang harus dilakukan selalu waspada terhadap oknum yang mengatasnamakan "wartawan" dari surat kabar ataupun tanpa surat kabar yang tak mampu menunjukkan identitas diri. 

Kedua, setiap sekolah terutama kepala sekolah hendaknya membekali diri dengan pengetahuan profesi "wartawan" yang dibekali dengan kode etiknya hingga tidak dengan mudahnya "diperas" ataupun "diancam" akan mempublikasikan hasil laporan penggunaan dana BOS. 

Ketiga, Kewenangan dan tanggungjawab penggunaan dana BOS sudah di ketahui oleh pihak-pihak dan dinas terkait sehingga sekolah-sekolah tak perlu mengkhawatirkan ulah oknum "wartawan" yang mengejar "amplop".

Fenomena wartawan "amplop" ini pernah saya singgung dan diskusikan dengan mahasiswa Radio Televisi Programmer di Politeknik Kridatama, mudah-mudahan memberikan pemahaman bahwa idealisme jurnalistik tidak harus dinadai dengan oknum yang mengatasnamakan "pencari berita". 

Dalam mencari berita fakta di lapangan banyak hal yang berubah, menyimpang dari kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan. Namun sejatinya kredibilitas dan citra diri positif dibarengi kerja cerdas, tuntas dan ikhlas disertai dengan hati dan nurani akan berdampak pada kredibilitas personal yang akan membawa citra baik dalam satu lingkup lembaga yang menaungi.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline