Lihat ke Halaman Asli

Lia Kurniawati

Realistis dan No Drama

Potret Lain dari PPDB

Diperbarui: 3 Juli 2015   15:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

26 Juni 2015, Pengumuman resmi hasil Ujian Nasional tingkat Sekolah Dasar secara Nasional, meskipun masih dalam bentuk laporan surat keterangan yang bersifat sementara yang di tanda tangani kepala sekolah setiap satuan pendidikan,  namun sudah dapat dijadikan salah satu persyaratan siswa kelas 6 untuk mendaftarkan diri melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama. Bukan suatu kebetulan, sekolah dimana tempatku bertugas merupakan perbatasan kabupaten kota, sehingga beberapa dari peserta didik memilih untuk melintasi kabupaten, memilih SMP  dalam kota menjadi prioritas pilihan utama.

Pembukaan pendaftaran tahun ini dibuka secara bersamaan baik untuk tingkat kabupaten maupun tingkat kotamadya Bandung, dimulai dari tanggal 29 Juni dan berakhir tanggal 4 Juli. Tanggal 7 Juli merupakan pengumuman penerimaan peserta didik baru. Berbagai persyaratan administratif yang di syaratkan untuk dapat diterima di SMP pilihan, rupanya tingkat kabupaten kota mempunyai kewenangan tersendiri untuk menentukan berkas-berkas administratif apa saja yang di butuhkan di sekolah tersebut.  Mari kita mulai runut persyaratan administratif yang dibutuhkan di tingkat kabupaten Bandung,  terdiri dari :

  1. Data siswa yang bersangkutan
  2. Nomor Induk Siswa Nasional atau NISN
  3. Akta kelahiran
  4. Kartu Tanda Penduduk Orangtua siswa
  5. Kartu keluarga
  6. Surat Keterangan mampu membaca dan menulis Al Quran
  7. Semuanya di masukkan dalam Map tertutup, Merah untuk Peserta didik perempuan dan Biru untuk peserta didik laki-laki.

Adapun persyaratan administratif untuk wilayah kota Bandung terdiri dari :

  1. Data siswa yang bersangkutan
  2. Nomor Induk Siswa Nasional atau NISN
  3. Akta kelahiran
  4. Kartu Tanda Penduduk Orangtua siswa
  5. Surat pernyataan tanggung jawab mutlak orangtua/wali
  6. Penentuan koordinat jarak rumah dan sekolah yang dituju
  7. Semuanya di masukkan dalam Map tertutup, Merah untuk Peserta didik perempuan dan Biru untuk peserta didik laki-laki.

Berbagai fenomena yang terjadi di masyarakatpun sangat beragam. Hal ini cukup membuat orang tua siswa H2C alias Harap-Harap Cemas, terbukti dengan banyaknya update status di media sosial yang menunjukkan kegelisahan mereka mengenai nasib putra putrinya.  Perasaan gelisah dari orangtua akan penentuan nasib putra putrinya yang berharap diterima di sekolah negeripun beragam, karena tidak yakin dengan hasil NEM yang di raih bahkan mengiba supaya dapat diterima apapun caranya termasuk katanya lewat jalur “belakang”.

Hhhmmmm … sedikit  mengernyitkan dahi dan menghela nafas panjang, tiba-tiba banyak persepsi dalam benak.  Persepsi pertama, seolah sekolah negeri lebih menjanjikan berbagai keunggulan dan lebih prestisius daripada sekolah swasta. Persepsi kedua, bahwa sekolah negeri tidak terlalu membutuhkan biaya yang tinggi mungkin itu sudah jelas karena tersedia fasilitas BOS dari pemerintah, namun jika dikaitkan dengan kesanggupan untuk membayar lebih lewat jalur belakang sepertinya bukan termasuk dalam kategori persepsi yang ini,  atau persepsi yang ketiga bahwa hal itu merupakan salah satu bentuk usaha orangtua membahagiakan anaknya.

Dalam obrolan sekilas saat melakukan pendaftaran kolektif di salah satu SMP Negeri tingkat kabupaten. Salah satu panitia PPDB menjelaskan kuota sekolah itu sekitar 320 orang untuk 10 kelas, kembali menjelaskan bahwa kuota yang tersisa saat ini sekitar 317 peserta didik baru karena terdapat 3 orang  siswa tidak naik kelas. Kembali bertanya dalam hati dan sepertinya tak butuh jawaban siapapun yang berada disana. Bukankah pemerintah mencanangkan wajib belajar (WAJAR) itu selama 12 tahun, yang artinya selama 12 tahun itu pula peserta didik wajib lanjut tanpa alasan apapun termasuk tinggal kelas!!.

 

Dengan ketentuan 6 tahun di tingkat sekolah dasar, 3 tahun tingkat sekolah menengah pertama dan lanjut 3 tahun terakhir di tingkat sekolah menengah atas. Jika di asumsikan peserta didik dengan kasus tinggal kelas selama 1 tahun itu artinya peserta didik tersebut melakasanakan pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai menengah dalam waktu 13 tahun, bukankah hal ini sudah melenceng dari program yang pemerintah canangkan?. Yang tersisa dalam benak hanyalah membuat persepsi pribadi bahwa fakta dilapangan ternyata tidak semua institusi pendidikan paham akan Wajib Belajar selama 12 tahun tersebut.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline