Lihat ke Halaman Asli

Trisno Utomo

TERVERIFIKASI

Kesulitan Orang Tua dalam Memberikan Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja

Diperbarui: 20 Juli 2016   10:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: thetanjungpuratimes.com

Kurangnya pengetahuan para remaja tentang kesehatan reproduksi, dan kemudian mereka memperoleh informasi tetapi dari sumber yang salah, merupakan salah satu penyebab terjadinya permasalahan remaja yang berkaitan dengan persoalan seks, seperti hubungan seks diluar nikah, penyakit menular seksual (PMS), perilaku seksual yang menyimpang, bahkan tidak sedikit terjadi kehamilan yang tidak di inginkan dan aborsi.

Padahal pemahaman yang benar tentang seksualitas manusia amat diperlukan bagi para remaja, demi perilaku seksual yang benar dan sehat di masa dewasa sampai mereka menikah dan memiliki anak. Pendidikan tersebut diperlukan agar para remaja dapat menghindari perilaku seks yang beresiko, yang membahayakan kesehatan reproduksi dan seksualnya.

Dalam hal ini, orang tua sebagai sumber utama dan pertama dalam pendidikan kesehatan reproduksi memiliki peran yang sangat penting.

Namun ternyata tidak mudah bagi orang tua untuk memberikan pendidikan seks kepada anak remajanya dengan posisi sebagai sumber utama tersebut. Mengapa demikian? Setidaknya ada dua penyebab. Pertama, bahwa ilmu tentang kesehatan reproduksi dan mental remaja bukanlah hal yang mudah. Kedua, budaya kita menyebabkan orang tua merasa tidak nyaman berbicara masalah seks kepada anak remajanya.

Sebagaimana diketahui, pengertian kesehatan reproduksi menurut WHO yang dikutip oleh Hadiwinarto (2016), adalah suatu keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi, serta prosesnya.

Dari definisi kesehatan reproduksi diatas, sudah tergambarkan tidak mudahnya orang tua dalam menguasai ilmu kesehatan reproduksi yang mencakup aspek fisik, mental, dan sosial tersebut.

Secara umum, orangtua mungkin mampu melaksanakan kewajibannya mendidik putra-putrinya, misalnya tentang budi pekerti, dan mengajarinya tentang akhlak mulia, serta menghindarkannya dari teman-teman yang berakhlak buruk. Tetapi untuk memberikan pendidikan seks ini memang diperlukan ilmu dan keahlian tersendiri.

Sebenarnya telah terdapat acuan tentang bagaimana tahapan dalam memberikan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sejak usia dini berdasarkan perkembangan usia anak (Nurohmah dalam Uyun, 2013), yaitu:

1. Balita (1-5 tahun). Pada usia ini, penanaman pendidikan kesehatan reproduksi cukup mudah dilakukan, yaitu mulai mengenalkan kepada anak tentang organ reproduksi yang dimilikinya secara singkat. Dapat dilakukan ketika memandikan si anak dengan memberitahu organ yang dimilikinya, misalnya rambut, kepala, tangan, kaki, perut, penis dan vagina. Terangkan juga perbedaan alat kelamin dari lawan jenisnya.

Tandaskan bahwa alat kelamin tersebut tidak boleh dipertontonkan dengan sembarangan. Pada usia ini juga perlu ditanamkan sikap asertif, yaitu berani berkata tidak kepada orang lain yang akan berlaku tidak senonoh. Dengan demikian dapat melindungi diri anak terhadap maraknya kasus kekerasan seksual dan pelecehan seksual.

2. Usia 310 tahun. Pada usia ini, anak biasanya sudah mulai aktif bertanya tentang seks. Misalnya anak akan bertanya tentang dari mana ia berasal. Atau pertanyaan-pertanyaan umum mengenai asal-usul bayi. Jawaban-jawaban yang sederhana dan terus terang biasanya efektif.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline