Lihat ke Halaman Asli

Trisno Utomo

TERVERIFIKASI

Dugong yang Perlu Ditolong

Diperbarui: 1 Mei 2016   19:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dugong (Dugong dugon) ǀ Sumber Gambar: thelovelyplanet.net

Pada tanggal 20-21 April 2016 yang baru lalu, telah diselenggarakan Simposium Nasional Dugong dan Habitat Lamun 2016 dengan tema “Inisiatif Bersama untuk Pelestarian Populasi Dugong dan Habitat Lamun di Indonesia”, bertempat di IPB International Convention Center, Bogor.

Acara tersebut diprakarsai bersama oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerjasama dengan WWF Indonesia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Sesuai temanya, simposium ini mencari solusi untuk mengatasi ancaman terhadap populasi Dugong dan laju kerusakan lamun di Indonesia. Kerusakan padang lamun akan berkontribusi terhadap meningkatnya ancaman kepunahan Dugong.

Dugong adalah salah satu jenis mamalia laut yang termasuk dalam Ordo Sirenia, suku (Familia) Dugongidae. Dugong ini dapat mencapai umur 70 tahun atau lebih. Selain Dugong, mamalia laut yang juga banyak ditemukan di perairan laut Indonesia adalah Paus dan Lumba-lumba.

Dengan nama ilmiahnya Dugong dugon, dan nama umum dalam bahasa Inggris atau bahasa-bahasa lain adalah "Dugong", berasal dari istilah dalam bahasa Tagalog yang diambil dari bahasa Melayu yakni “Duyung” atau “Duyong”, yang bermakna "perempuan laut”. Ini mungkin didasari adanya mitos dari berbagai daerah (negara) bahwa Dugong adalah penjelmaan wanita cantik. Di Sumatra disebut juga “babi laut”, di Sulawesi Selatan disebut “ruyung”, sedangkan di masyarakat Suku Bajo di Gorontalo disebut “dio”.

Dugong jarang dijumpai oleh manusia sehingga dianggap sebagai hewan pemalu. Tetapi sebenarnya dia menghindari kontak dengan manusia yang merupakan bentuk pertahanan diri dari ancaman terbesarnya. Dia akan menjauh jika dalam radius 500-1000m terdeteksi adanya potensi gangguan melalui pendengarannya yang sensitif.

Lalu, mengapa Dugong terancam kelestariannya? Itu dapat disebabkan oleh berbagai ancaman sebagai berikut:

1. Faktor Biologis

  • Habitat hidup di perairan dangkal dekat pantai; adalah merupakan bagian laut yang paling dinamis dan sangat dipengaruhi oleh berbagai kegiatan manusia. Oleh karena itu Dugong akan banyak menerima tekanan atau dampak dari kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tak langsung.
  • Reproduksi yang lambat; dimana dia memasuki usia dewasa pada umur 8-10 tahun, dapat melahirkan anak pada umur 10-17 tahun, masa kehamilan sekitar 13-15 bulan, tiap kelahiran hanya menghasilkan satu anak, dan anaknyamenyusu pada induknya sampai umur 14-18 bulan.
  • Pengasuhan anak memakan waktu lama;  setelah disapih anakan Dugong masih terus hidup tak jauh dari induknya sampai menjelang dewasa. Rata-rata lama pengasuhan oleh induknya selama tujuh tahun. Hal ini selanjutnya mengakibatkan lamanya interval antar kehamilan. Kondisi ini membuat Dugong sulit untuk mempertahankan keberlanjutan hidupnya menghadapi tekanan manusia.

adult-female-dugong-swimming-with-calf1-572406070123bdc61b2c7bb4.jpg

Dugong mengasuh anaknya ǀ Sumber Gambar: arkive.org
  • Perenang lambat; kecepatan renangnya hanya sekitar 0,2 hingga 0,7 km/jam, sehingga rentan tertabrak oleh kapal atau perahu motor cepat. Apalagi dia harus sering ke permukaan untuk menarik napas, sehingga akan sulit baginya untuk mengelak apabila didekati atau dihampiri oleh kapal atau perahu motor yang sedang melaju cepat.
  • Serangan penyakit; Dugong juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis parasit, tidak saja oleh cacing, tetapi juga oleh protozoa dan bakteri.
  • Predator; Dugong dengan kecepatan renang yang rendah sangat rentan terhadap  ancaman hewan pemangsanya seperti hiu, paus pembunuh, dan buaya.
  • Terdampar di pantai; sering kita dengar dugong terdampar di pantai, ini dapat terjadi karena badai atau sebab-sebab yang lain. Contohnya, ketika hendak melahirkan dia lebih ke tepi untuk menghindari predator, celakanya malah ditangkap dan dibantai oleh manusia.

2. Faktor Manusia

  • Perburuan ilegal ; Dugong diburu untuk dimanfaatkan, mulai dari kulit, daging, lemak, tulang, gigi yang berupa gading, hingga semua isi perutnya untuk keperluan konsumsi, obat-obatan, pernak-pernik hiasan, dan untuk berbagai keperluan budaya dan religi masyarakat setempat. Daging untuk konsumsi dan gadingnya yang mahal diperdagangkan untuk pipa rokok. Bahkan “air mata”-nya dipercaya dapat digunakan sebagai pengasihan atau pesugihan. Memang bila Dugong diangkat keluar dari air, maka kelenjar air matanya akan mengeluarkan cairan yang dikenal sebagai “air mata duyung”.
  • Penangkapan tak disengaja; seperti terperangkap alat tangkap jaring pasang surut, sero, jaring insang (gill net) dan jaring hiu (shark net). Sebenarnya Dugong disini bukan merupakan tujuan penangkapan, tetapi dia bisa mati karena tidak bisa menarik napas kepermukaan. Walaupun tidak mati, kadang nelayan tidak mengembalikannya ke laut bebas, malahan dibantai atau dijadikan tontonan (seperti foto berikut).

004303100-1457926369-11217161-10209453347557029-7353893636660999339-n-572406b42f97734e059805a2.jpg

Penyekapan dugong oleh nelayan di Pulau Kokoya, Morotai, Halmahera Utara ǀ Sumber Gambar: bintang.com
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline