[caption caption="Ilustrasi : cnnindonesia.com"][/caption]Munculnya berbagai layanan pesan instan telah banyak mengubah cara berkomunikasi seseorang. Bagi yang sering menggunakan aplikasi chat di smartphone pasti sudah tidak asing lagi dengan emoji. Jika dulu ketika menggunakan SMS hanya bisa bertukar kata-kata, kini cara berkomunikasi lebih berwarna dan menjiwai berkat kehadiran emoji.
Emoji (dibaca eh-moh-ji) adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk karakter gambar yang digunakan dalam pesan elektronik di Jepang. Itu sebabnya di dalam emoji terdapat beberapa ikon yang berbau Jepang. Catatan sejarah menyebutkan, penggunaan karakter wajah seperti itu sudah ada sejak 1940-an. Dulunya disebut emoticon.
Dulu emoticon bukan berupa gambar, melainkan hanya kolaborasi simbol di keyboard. Simbol tersebut kemudian seolah-olah membentuk wajah, sehingga disebut juga “typographic art”. Scott Fahlman adalah orang yang berperan banyak untuk kemunculan emoticon ini pada tahun 1982. Kemudian pada tahun 1999, Shigetaka Kurita muncul dengan emojinya. Waktu itu jumlahnya ada sekitar 176 gambar emoji.
[caption caption="Profesor Scott Fahlman dengan emoticon pertamanya (terdiri dari tanda titik dua, tanda hubung, dan kurung tutup) ǀ Foto : independent.co.uk"]
[/caption]Mayoritas dari kita sekarang mungkin tidak terlalu mempermasalahkan emoji dan emoticon, dan memandangnya sebagai sesuatu yang sama. Sebenarnya terdapat perbedaan diantara keduanya. Emoticon cenderung berisi wajah-wajah yang menggambarkan emosi atau mood kita. Sedangkan emoji, gambaran ekspresinya tidak hanya terbatas pada wajah saja.
[caption caption="Shigetaka Kurita, pencipta emoji ǀ Foto : digitaltrends.com"]
[/caption]Gambar-gambar emoji yang menyatu dalam pesan teks pertama kali diperkenalkan pada smartphone Jepang, namun kini sudah semakin meluas penggunaannya. Sekarang emoji sudah biasa digunakan untuk untuk ngobrol di WhatsApp atau perangkat layanan ‘chatting’ lainnya untuk memberi 'ekspresi' pada chat yang dikirim.
Emoji kini diklaim sebagai bahasa yang paling cepat penyebarannya di dunia maya. Internet telah membuat emoji menyebar begitu cepat. Diawali penggunaan karakter emoticon :-) di komputer pada 1982.
Bila chatting hanya menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan sebuah pesan terasa sangatlah datar. Dengan kehadiran emoji, percakapan bisa menjadi sangat lucu dan begitu ekspresif. Melalui emoji bisa memberikan sebuah pesan dengan mengekspresikan perasaan yang sulit atau tidak mampu diungkapkan dalam bentuk kata-kata. Terkadang bisa 1-2 atau lebih emoji yang digunakan dalam satu kalimat.
Meski sering digunakan, belum tentu yang menggunakan maupun yang menerima pesan tahu apa makna sebenarnya dari emoji yang dikirim. Memang ada beberapa simbol emoji yang terkadang membingungkan, menyebabkan banyak pengguna memakai emoji dengan cara yang kurang pas dan tidak tahu makna apa yang ada di balik emoji tersebut, sehingga sering terjadi kesalahan dalam mengartikan sebuah emoji. Demikian pula ukurannya yang kecil kerap membingungkan orang akan arti sesungguhnya ekspresi di wajah-wajah emoji tersebut.
Untuk itu, Unicode Consortium, sebuah organisasi nirlaba, kemudian membuat standar untuk emoji. Unicode Consortium bekerja berdasarkan standar dari organisasi lain seperti American Standards Association. Contohnya, Unicode Consortium mengajukan rekomendasi kepada pembuat font, seperti: “Buatlah wajah cemberut lebih cemberut, supaya tidak malah dikira marah”. Rekomendasi yang dikeluarkan Unicode memang ditujukan untuk mengatasi masalah translasi mendasar, supaya emoji bisa dipahami secara benar dalam kebudayaan yang berbeda-beda.
Namun demikian, tetap saja supaya tidak salah tafsir, perlu mempelajari makna yang begitu ‘cair’ dalam emoji. Oleh karena itu, dalam penggunaannya disarankan untuk memahami dan mempertimbangkan konteks dari emoji-emoji itu. Atau bila memang tidak memahami maknanya, perlu ditanyakan kepada pengirim emoji, apa yang dimaksud dengan kiriman emojinya tersebut.
Akibat penggunaan emoji bahkan bisa menyebabkan penggunanya berurusan dengan polisi. Seorang anak perempuan berumur 12 tahun di AS di tuduh mengirim intimidasi elektronik yang merupakan ancaman terhadap sekolahnya (Sidney Lanier Middle Schoold di Fairfax, Virginia). Kejadian itu disebabkan dia mengunggah sebuah post yang berisi emoji berupa pistol, bom dan pisau di Instagram. Dia dia membuat post tersebut karena menjadi korban bullying. Seperti diketahui di AS kejadian penembakan di sekolah-sekolah sering terjadi, sehingga kejadian tersebut ditanggapi dengan serius.