[caption caption="Manusia sebagai super-predator unik. Ilustrasi : epa.gov"][/caption]Dalam ilmu biologi dikenal istilah rantai makanan, yaitu peristiwa memakan dan dimakan dengan urutan dan arah tertentu. Dimulai dari tumbuh-tumbuhan sebagai produser primer, dimakan oleh hewan kecil sebagai konsumer primer, selanjutnya dimakan oleh konsumer sekunder, dan seterusnya sampai konsumer akhir. Konsumer akhir, bila mati diuraikan oleh dekomposer menjadi nutrien bagi tumbuh-tumbuhan.
Demikianlah siklus yang berlangsung terus menerus, walaupun sebenarnya dalam ekosistem suatu organisme tidak hanya makan satu jenis makanan saja, dan juga dapat dimakan oleh beberapa jenis pemangsa, sehingga membentuk suatu jaring-jaring makanan.
Harimau dan singa adalah contoh konsumen akhir yang merupakan tingkat tropik tertinggi di ekosistem darat (hutan). Hewan yang menduduki tingkat tropik tinggi biasanya memburu, menangkap, dan memangsa hewan lain, dan disebut sebagai predator atau pemangsa.
[caption caption="Jaring-jaring makanan di ekosistem hutan. Ilustrasi : biology.tutorvista.com"]
[/caption]Sedangkan status manusia disebut sebagai super-predator unik. Mengapa demikian? Karena dampak negatif dari aktifitas berburu oleh manusia terhadap populasi hewan buruannya adalah demikian besar. Sebagai contoh, apabila suatu spesies ikan diburu oleh manusia untuk dikonsumsi, maka populasi spesies ikan tersebut cenderung akan menurun dengan drastis.
Dalam hasil studi yang diterbitkan majalah Science yang dirilis oleh bbc.com (21/08/2015), menemukan fakta bahwa di laut manusia mengambil populasi ikan dewasa dalam skala 14 kali lebih cepat dari yang dilakukan oleh predator laut. Sedangkan di darat, manusia membunuh hewan karnivora unggulan seperti beruang, serigala, dan singa dalam skala lebih cepat dari level predator mereka.
Mengapa sedemikian parahnya dampak perburuan oleh manusia? Setidaknya ada 2 penyebab utama, yaitu : (1) Manusia 'menangkap' mamalia dengan menggunakan senjata (peluru), dan menangkap ikan dengan menggunakan kail atau jaring. Dengan demikian, manusia memiliki risiko yang minimal jika dibandingkan dengan predator non-manusia, (2) Konsentrasi manusia dalam berburu adalah membunuh mangsa dewasa, dan ini dapat memicu kepunahan. Karena hewan dewasa dalam ekosistem adalah merupakan "modal reproduksi" yang menghasilkan keturunan untuk menambah populasi.
[caption caption="Hewan predator mengambil populasi muda sebagai mangsanya, sementara manusia justru mengambil mangsa dari populasi dewasa. Ilustrasi : bbc.com"]
[/caption]Oleh karena itu, apabila perburuan yang dilakukan oleh manusia tidak ada pengaturannya, atau manusia sering melanggar peraturan dalam melakukan penangkapan hewan buruannya, maka populasi spesies buruan tersebut akan terancam punah. Dalam hal ini, bentuk pengaturan yang dapat diberlakukan antara lain sebagai berikut :
1) Larangan penangkapan atau perburuan terhadap spesies buruan pada umur atau ukuran tertentu, yaitu umur atau ukuran dimana spesies tersebut sedang dalam masa reproduksi.
2) Pembatasan jumlah individu yang boleh ditangkap.
3) Larangan penggunaan bahan, alat, atau teknik penangkapan yang mempunyai dampak negatif, yaitu mengakibatkan cepat terjadinya penurunan populasi spesies buruan.
4) Larangan melakukan penangkapan atau perburuan pada waktu atau musim tertentu, yaitu waktu atau musim dimana spesies buruan berreproduksi.