[caption caption="Presiden melepas burung di Kebun Raya Bogor. Foto : Agus Suparto dalam Kompas.com (3/1/2016)"][/caption]Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, melepas-liarkan 190 ekor burung di Kebun Raya Bogor-Jawa Barat pada hari Minggu tanggal 3 Januari 2016 yang lalu. Burung-burung itu dibeli dari Pasar Burung Pramuka, hari Sabtu 2 Januari 2016. Jenisnya bermacam-macam, antara lain Jalak Kebo, Jalak Nias, Jalak Biasa, Kapasan, Puter, Perkutut, Kutilang Sutra, Kutilang Biasa, dan Trucuk.
Ternyata tidak hanya burung yang dilepas saat itu, juga aneka jenis ikan dilepas ke aliran Sungai Ciliwung dan kolam Kebun Raya Bogor. Berdasarkan foto-foto yang dirilis pihak Istana Kepresidenan, Presiden juga melepas kodok ke dalam danau dan kolam yang ada di dalam kompleks Kebun Raya Bogor, serta melepaskan biawak yang terjebak di saluran penyaringan air.
[caption caption="Presiden melepas kodok di Kebun Raya Bogor. Foto : Agus Suparto dalam Kompas.com (3/1/2016)"]
[/caption]
Apa tujuannya ? Menurut Tim Komunikasi Presiden, Ari Dwipayana, tujuan Presiden melepas burung dan ikan ini agar ekosistem alam tetap terjaga dengan baik, terutama di kawasan perkotaan.
Secara simbolik dapat kita petik dari kegiatan ini antara lain : (1) Presiden menyayangi satwa (liar), (2) Memperhatikan kelestarian lingkungan, (3) Melakukan tindakan nyata yang merupakan wujud cinta lingkungan, (4) Memberikan contoh agar kita juga mencintai lingkungan, dan (5) Menyukai kebebasan.
Kayaknya kegiatan ini menjadi rutinitas Presiden, karena pelepasan ratusan burung ke alam bebas juga pernah dilakukan Jokowi sebelumnya, yaitu pada Februari 2015. Pada saat itu, Presiden melepas ratusan burung di Istana Merdeka dan Istana Kepresidenan Bogor.
Ternyata ada yang mencela mengenai pembelian burung dari pasar burung Pramuka. Koordinator Profauna Representatif Jawa Barat Plus, Rinda Aunillah Sirait, menyayangkan hal itu karena di pasar burung Pramuka banyak diperjual-belikan satwa liar yang dilindungi oleh Pemerintah.
Kemudian National Geographic Indonesia (6/1/2016) menyatakan pelepas-liaran satwa wajib didahului studi dan pemahaman, antara lain untuk memastikan habitatnya yang sesuai dan satwa yang dilepas tidak membawa penyakit. Tanpa itu, pelepasliaran malah bisa mengancam keanekaragaman hayati. Mengutip pernyataan Kepala Divisi Komunikasi dan Pusat Pengetahuan Burung Indonesia, Ria Saryanthi dari Bogor, jika pelepasan satwa untuk kegiatan peduli lingkungan, termasuk melepas spesies-spesies burung, publik diminta untuk mengikuti tata laksana yang pas. Jangan sampai ketersediaan pakannya kurang, sehingga burung sulit bertahan hidup di alam, atau malah menjadi spesies asing yang invasif.
Semua kritik, saran dan masukan tersebut tujuannya adalah baik. Oleh karena itu, untuk kegiatan yang sama di waktu yang akan datang perlu dilakukan perbaikan. Perlu dikaji jenis apa yang sesuai dan berapa banyak jumlahnya. Juga perolehan burung atau satwa lainnya yang akan dilepas, bisa dari penangkaran milik pemerintah atau penangkaran yang memiliki ijin. Karena hanya dengan niat baik saja, tidak cukup untuk melepaskan satwa liar ke alam bebas guna melestarikan spesies demi keberlanjutan ekosistem.
Salam dari saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H