Lihat ke Halaman Asli

Lukman Hakim

ASN di KLHK

Makna Hidup

Diperbarui: 14 Februari 2022   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Ada yang berpendapat bahwa jauh sebelum ada manusia di dunia ini, tumbuhan sudah diciptakan Tuhan. Ini artinya, tumbuhan merupakan saudara tua manusia.

Banyak manfaat dari keberadaan tumbuhan, tidak hanya bagi manusia tapi juga makhluk Tuhan lainya baik yang hidup (biotik) maupun tak hidup (abiotik). Lambang dari aspek lingkungan hidup pada umumnya dengan simbol tumbuhan, seperti Kementerian Lingkungan Hidup di era Prof. Emil Salim berlambangkan pohon Kalpataru, Kementerian Kehutanan dengan pohon Pinusnya, dan Perhutani waktu jaya-jayanya dengan lambang tanaman Jati.

Manusia hendaknya bisa belajar dari sifat-sifat tumbuhan. Saat tumbuhan melakukan proses fotosintesis membutuhkan CO2 dan menyerap sinar Matahari serta menghasilkan O2 atau Oksigin. Oksigin inilah yang dapat menyegarkan udara sekaligus untuk pernafasan manusia dan satwa di sekitarnya. Tajuknya yang rindang merupakan peneduh bagi yang kepanasan atau saat malam hari menjadi tempat tinggal burung untuk beristirahat.

Tumbuhan membutuhkan air dan unsur hara yang diserap oleh akar yang berada di bawah tanah, namun juga mampu berfungsi untuk mencegah erosi dan banjir. Air hujan mampu meresap ke dalam tanah dan sedikit demi sedikit dikeluarkan lewat mata air, sumur dan sungai untuk kebutuhan minum, irigasi, menghasilkan energi listrik dari tenaga air atau sebagai sarana transportasi air.

Seluruh bagian tumbuhan mulai dari daun, bunga, buah, batang, kulit dan bahkan akarnya dapat digunakan sebagai bahan baku untuk kebutuhan pangan, papan, dan sandang manusia.

Saatnya kita menjaga alam ini dengan mencintai tumbuh-tumbuhan dengan membibitkanya di persemaian, menanamanya di sawah, kebun dan hutan, memeliharanya sampai masa panen dan memanfaatkannya secara bijak dengan azas kelestarian sebagai manifestasi rasa syukur kita kepada Sang Pencipnya alam jagat raya ini.

Berbicara tentang tumbuhan ini, aku jadi ingat saat mengelola beberapa tanaman khas yang sudah langka atau bahkan terancam punah. Saat itu, saya bersyukur bisa bercengkrama dengan bibit tanaman-tanaman tersebut di persemaian setiap pagi mulai  pukul 7.30 sd 9-an bahkan kadang sampai jam 10-an.

Berdialog dari hati ke hati dengan mereka dengan bahasa semesta. Hasil dialog kadang bisa saya tuangkan dalam tulisan baik yang bersifat popular, semi popular dan ilmiah untuk bahan seminar atau bahkan Jurnal.

Dialog dengan tumbuhan semacam ini juga telah dilakukan oleh Mprop. Picoes al-Jingini yang nama lengkapnya Agus Affianto. Sosok unik yang dipangil Picoes ini adalah salah satu teman angkatan dan sekarang dosen Fakultas Kehutanan (FKT) UGM di nDalem Kapitikan. Bahkan beliau telah menghasilkan buku yang menarik berjudul, "100 HARI MELIHAT DIRI. Obrolan Bersama Tanaman."

Buku tersebut mengambarkan cerita pribadi sang penulis atas masalah-masalah hidup yang dihadapi. Tulisan dengan gaya berdialog secara virtual dengan bibit Anggur, Krokot, Suket dan bibit lain yang ada di persemaian nDalem Kapitikan ini diceritakan secara menarik dan penuh makna dan pesan spiritual.

Bicara tentang Picoes ini, saya jadi ingat saat bulan Oktober 2017 dimana para alumni FKT UGM angkatan '92 menyelenggarakan reuni perak (25 th) di Jogja. Yang hadir sekitar 60 orang dari 90-an. Kariamansyah wakil dari Aceh dan Mateas yang waktu itu tugas di Papua pun datang di reuni yang bertemakan "Seduluran saklawase".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline