Setelah kelas III, aku harus konsentrasi mempersiapkan tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) dengan bimbingan belajar (bimbel) di Primagama Pusat, Wirobrajan. Mas Ermanu sudah tidak mengajar di Primagama karena sudah lulus dan menjadi pengajar di Universitas Muhammadiyah Malang.
Suasana belajar mengajar di Jogja sebagai kota pelajar berbeda sangat nyata dibandingkan di kampung. Tidak hanya sejak kelas III, sebelum naik kelas II, para siswa sudah memikirkan jurusan yang sesuai dengan fakultas dan perguruan tinggi mana yang akan dituju setelah lulus SMA.
Aku sudah mantab memilih Fakultas Kehutanan (FKT) UGM seperti dengan harapan bapak. Pertimbangannya sangat pragmatis, yaitu seperti Lik Taufiq, adik sepupu bapak yang jebolan FKT UGM tahun 70-an. Beliau ini orang paling kaya se-keluarga besar bapak. Waktu itu bekerja di Kementerian Kehutanan yang kantornya di Manggala Wanabakti, Jakarta.
Selidik punya selidik, Lik Taufiq ini bekerja di Direktorat Pengusahaan Hutan (PH) yang mengurusi perizinan usaha sektor kehutanan se-Indonesia. Tahun 70-80 adalah era jaya-jayanya sektor kehutanan setelah sektor minyak dan gas (migas). Indonesia yang memiliki hutan tropis terbesar ke-3 (mega biodiversitas) di dunia menjadikan profesi rimbawan termasuk yang diperebutkan.
Aku pernah baca buku motivasi yang menyatakan bahwa kekuatan visi dan misi yang didukung doa restu orang tua memiliki nilai dobrak yang luar biasa bagi seorang anak. Dan aku juga ingat jawaban bapak saat aku minta izin meneruskan SMA di Jogja. "Bapakmu isyallah sanggup mbiayai koe sekolah neng Jogja. Syukur-syukur iso lanjut nang UGM koyo Paklikmu yo le."
Selain mengerjakan latihan soal-soal di modul-modul primagama, aku juga beli buku kumpulan soal UMPTN 5 yang dijual di Shoping Center dekat Malioboro. Malam hari aku mulai berlatih mengerjakan soal dengan waktu yang dialokasikan 2 jam. Latihan test mandiri ini aku disiplin dengan waktu sesuai dengan ujian sebenarnya. Biasanya mulai pukul 19.30 sampai 21.30.
Aku selalu mengikuti try out yang diselenggarakan oleh Primagama dan bimbel lain di Jogja di stadion Kridosono atau Mandala Krida dengan doorprize menarik. Hasil try out diumumkan 1 minggu setelahnya. Aku selalu berdebar-debar melihat score dan ranking yang dicapai. Tembus 100 besar di tingkat DIY adalah prestasi, karena pesertanya hampir semua murid SMAN dan Swasta se-DIY dan sekitarnya.
Setiap mengirim surat atau telpon ke orang tua, aku selalu meminta doa agar bisa lulus ujian UMPTN. Jika telpon, aku telpon minta tolong Ita atau keluarganya yang lain memberitahu bapak atau ibu bahwa aku mau telpon. "Ma, doakan aku yo ben lulus."
"Iya le," jawaban ibu disetiap aku mau mengakhiri perbincangan dan menutup telpon dari warnet.
Matematika adalah mata pelajaran momok dan menakutkan bagi banyak siswa, dan demikian juga aku saat SD dan SMP. Namun semenjak kelas II SMA, pelajaran ini baru aku rasakan sangatlah mengasyikkan. Setiap menyelesaikan soal, apalagi yang susah, ketika dapat memecahkanya maka sensasionallah yang aku dapatkan. Hal ini juga membuat efek ketagihan atau candu ingin mengerjakan soal yang lainnya.
Ini merupakan modal penting untuk dapat meraih score yang tinggi dalam ujian UMPTN. Pada test hari pertama, ada 40 soal matematika dasar dan pada hari ke-dua, ada 15 soal matematika terapan. "Ini point kelebihan jika masuk kelas IPA," kata Mas Ermanu ketika menyarankan aku memilih jurusan pada kelas II.