Lihat ke Halaman Asli

Lukman Hakim

ASN di KLHK

Menyusuri Selokan Mataram Jogja

Diperbarui: 11 Januari 2022   21:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah libur hari minggu yang lalu, aku isi dengan ngonthel dari rumah di Jakal Km 7 ke arah selatan sampai kampus ISI di Bantul dan hari berikutnya ke utara sampai Purwobinangun. Hari libur minggu ini, aku putuskan ke arah timur dan barat Kota Yogyakarta.

Tidak seperti minggu lalu yang start dari rumah pukul 6 pagi, tadi pas bangun pagi, sekujur badan terasa pegal-pegal dan linu-linu. Hal ini terjadi karena pada Jum'at kemarin, aku seperti ketarik ototnya saat main tenis lapangan di kantor sampai 3 set. Maklumlah akhir tahun banyak kejar tayang yang harus diselesaikan sehingga waktu untuk berolahraga di hari krida tidak bisa dilaksanakan selama 2 bulan.

Setelah sholat subuh, aku rebahkan lagi tubuh ini dan terbangun sekitar pukul 8. "Aku harus tetap ngonthel lagi walau hari telah siang," ujarku dibatin ini bersemangat. Setelah sarapan, aku rencanakan rute hari ini ke arah timur dengan menyusuri Selokan Mataram.

Sepedaku belum ada tempat botol isi air dan bel jika perpapasan dengan sesama biker. Helm juga belum punya, sehingga aku menuju Jl. Gejayan tempat toko dimana aku beli sepeda dulu seharga hanpir 3 juta ini. Diperkirakan sampai toko pukul 9-an dan pasti sudah buka.

Dengan memakai helm baru, rasa nyaman bersepeda tambah meningkat dan bel aku coba berkali-kali walau tidak ada biker yang berselisihan sekalipun.

"Kring.......kring.....kring," bel ku bunyikan dan ada pejalan kaki yang sempat kaget juga.

Botol air pun sudah aku letakan di tempatnya, sehingga tas merah yang dibuli teman kantorku kayak tukang kriditpun hanya tinggal berisi dompet dan HP saja.

Melewati Jembatan Merah, yang terletak di selatan Mall Hartono menuju ke selatan dan akhirnya ketemu jalan yang mengikuti Selokan Mataram sampai ke Ringroad timur. Setelah melewati jalan penuh ruko yang padat, tibalah di daerah yang kanan kirinya terlindung tanaman rindang dan di bawahnya terbentang sawah yang indah khas pedesaan. Namun dalam waktu yang tidak lama pemandangan ini akan berubah menjadi perumahan, kos-kosan, atau rumah makan.

Jogja sekarang sebagai destinasi wisata yang otomatis insfrastruktur seperti jalan untuk aksesibilitas, hotel, rumah makan dll akan mengorbankan lahan pertanian yang semakin menyempit. Tidak jauh dari Ringroad timur yang sudah aku lewati, tampak dibangun rumah makan dengan bangunan pesawat di sebelah selatan Selokan Mataram. Ya, itulah konsekuensi dari pertambahan penduduk yang mengharuskan juga ada pertumbuhan ekonomi.

Selokan Mataram ini dibangun pada tahun 1942 saat era pendudukan Jepang. Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang mewujudkankan titah Sunan Kalijaga bahwa akan meningkat kemakmuran rakyat jika dapat dihubungkan antara Sungai Progo di sebelah barat dengan Sungai Opak di timur.

Saat itu, Jepang memiliki Program Romusa yang menyengsarakan rakyat, dimana dikirim ke luar Jogja dan banyak yang meninggal atau kembali ke kampunya dengan kondisi memprihatinkan. Ide cemerlang untuk menyelamatkan rakyatnya, Sri Sultan mengusulkan kepada Jepang untuk membangun selokan dengan alasan tanah di Jogja ini perlu irigasi sehingga rakyat bisa bertani sepanjang tahun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline