Alkisah, seorang lelaki merasa galau apakah Ramadan tahun ini dia bisa mudik. Kalau mudik, dia harus membawa oleh-oleh. Sedangkan, kondisi pekerjaannya sedang sulit. Tidak ada uang yang bisa digunakan untuk membeli oleh-oleh.
Sampai akhirnya dia mendapatkan pelanggan, tapi uangnya hanya cukup untuk biaya perjalanan mudik bersama keluarga. Dia membawa kardus-kardus kosong supaya dikira membawa oleh-oleh. Kepada ibunya, dia mengaku bahwa kondisi keuangannya sedang sulit sehingga tidak bisa membawa oleh-oleh.
Syukurlah, ibunya sangat pengertian. Bagi ibunya, kepulangan anaknya saja sudah oleh-oleh. Esoknya, kardus-kardus kosong itu diisi oleh-oleh dan dibagikan kepada sanak-saudara. Ibunyalah yang mengisi kardus-kardus kosong itu dengan oleh-oleh untuk menyelamatkan muka anaknya.
Airmata saya langsung berderai-derai sampai sesegukan ketika menonton iklan Ramadan dari Pertamina yang ditayangkan tahun 2016 itu. Iklannya sudah lama, tetapi masih relevan sampai sekarang. Iklan yang soft selling, tidak terang-terangan mempromosikan brand-nya itu, sukses membuat saya merindukan mudik.
Lelaki itu masih beruntung bisa mudik meskipun tidak bisa membawa oleh-oleh. Di tahun 2020 ini, banyak orang yang tidak bisa mudik meskipun punya uang untuk membeli oleh-oleh.
Banyak juga orang yang tidak bisa mudik sekaligus tidak punya uang untuk membeli oleh-oleh karena terkena dampak pandemi virus corona sehingga kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Tentu saja, akan ada banyak airmata para orangtua yang merindukan kepulangan anak-anaknya, Termasuk airmata orangtua saya.
Ramadan ini akan menjadi Ramadan pertama anak-anaknya tidak mudik karena larangan dari pemerintah. Saya membayangkan orangtua kami menatap nanar ke jendela, berharap kedatangan anak menantu dan cucu-cucunya di hari lebaran, tapi yang ditunggu tidak bisa datang. Orangtua yang hanya dapat bertemu dengan anak menantu dan cucu-cucunya setahun sekali.
Walaupun saya pulang kampung tidak hanya setahun sekali, tetap saja kalau lebaran itu harus mudik untuk bersilaturahmi dengan keluarga besar. Makanya ketika menonton iklan berjudul "Oleh-oleh" itu, airmata saya berderai-derai tanpa bisa ditahan, padahal sedang berpuasa. Semoga saja menangis tidak membatalkan puasa.
Bagi orangtua, kehadiran anaknya sendiri adalah oleh-oleh. Yang penting anaknya pulang. Tidak bawa oleh-oleh pun tak apa. Begitu pula yang tersirat dari orangtua saya di Garut. Pulang kampung tanpa membawa oleh-oleh pun tak mengapa.
"Perasaan rindumu itu, oleh-oleh terbaik buat orangtua. Tak semua orangtua dirindukan oleh anaknya. Banyak orangtua kesepian justru ketika anaknya sudah berhasil." Demikian kata Emak di iklan "Oleh-oleh" Pertamina itu.