Apakah Pandemi COVID-19 Biang Keladi Perceraian yang Meningkat?
Kasus perceraian di masa pandemi dilaporkan meningkat secara signifikan. Di Pengadilan Agama Kabupaten Garut, Jawa Barat misalnya, dilaporkan bahwa rerata kasus perceraian bisa mencapai 100 kasus per hari. Mayoritas kasus adalah gugat cerai oleh pihak istri.
Ini menyebabkan terjadinya kekurangan Panitera pengganti dan juru sita untuk menyelesaikan perkara. Memang kasus perceraian di Kabupaten Garut cukup tinggi, yaitu sekitar 6.000 kasus di tahun 2019 dan ini meningkat di masa pandemi. Bahkan, diberitakan bahwa terdapat lebih dari 1000 kasus perceraian per bulan di pengadilan agama di Cirebon.
Di Pengadilan Agama Kota Semarang, dilaporkan terdapat 1.500 kasus perceraian sejak Januari 2020 sampai bulan Juni 2020. Kasus perceraian perbulan juga dinilai meningkat pada masa pandemi karena terdapat penumpukan kasus sejak bulan Maret 2020.
Baik di Garut maupun di Semarang, dilaporkan bahwa kasus pada umumnya adalah gugat cerai dari pihak istri. Penyebabnya pada umumnya karena kekerasan dalam rumah tangga, yang sebagiannya adalah karena ekses dari persoalan ekonomi.
Persoalan perceraian di masa pandemic covid-19 bukanlah persoalan eksklusif di Indonesia. Di beberapa negara lain, di Cina, Inggris dan Amerika, dicatat terdapat kenaikan kasus perceraian.
Di Amerika diberitakan oleh legal template bahwa kasus perceraian meningkat sekitar 34% di masa pendemi covid-19 dibandingkan dengan jumlah kasus di tahun 2019 (dailymail.co.uk, 28 Agustus 2020).
Gabungan antara kehidupan karantina, kemerosotan kondisi keuangan, pengangguran, keluarga sakit dan atau meninggal karena covid19, dan perawatan anak diprediksi berkontribusi pada akselerasi meningkatnya kasus perceraian.
Studi ini menyebutkan kasus tertinggi yang terjadi di Amerika adalah ketika masa penerapan protokol karantina di tanggal 13 April 2020.
Di Inggris, Ayesha Vardag, sebuah lembaga hukum yang banyak mengurus kasus perceraian melihat persoalan 'lock down' mendorong makin tingginya penumpukan kasus perceraian yang diurus di pengadilan. Pengadilan kasus keluarga dan perceraian diduga akan mbludak dan antri setelah 'lock down' selesai.
Hal ini mendorong pemerintah Inggris untuk memperbarui undang undang yang dinilai telah kadaluwarsa. Undang undang keluarga dan perkawinan di Inggris telah berusia 50 tahun dan ini dianggap belum dapat memuat hal hal yang sesuai konteks saat ini.