Sniker, Sepatu yang Terus Dicintai dan Terus Berubah
Menarik mengamati perkembangan sniker, sepatu kasual yang kita kenal. Mulai dari Presiden, Ibu Iriana sampai Najwa belakangan ini juga memakainya. Dan, sniker seakan merupakan sepatu wajib bagi kita yang bekerja di lapang atau suka melakukan perjalanan.
Tren mengenakan baju formal, gaun, dan bahkan kebaya yang dipadu dengan sniker sedang meningkat.
Selain konstruksinya yang nyaman bagi kaki, sniker juga dijual dengan harga beragam, mulai dari harga untuk anak sekolah sampai dengan yang bermerek dan berharga jutaan. Bisa dipahami bahwa sniker punya tempat tersendiri dalam hidup kita.
Saat ini banyak merek sepatu sniker beredar. Yang menarik, merek produk mewah seperti Louis Vuitton pun tak ragu meluncurkan model tas dan baju yang dikenakan peragawan dan peragawatinya bersama sniker. Ini lompatan, dari kacamata pengamat mode dunia.
Mereka mencatat bahwa berbagai merek sniker bekerjasama dengan 'influencer', musisi dan mereka yang tertarik budaya. Lihat saja beberapa artikel soal Najwa dengan beberapa merek snikernya di artikel ini.
Dulu kerjasama semacam itu dianggap tabu. Sama tabunya dengan seseorang mengenakan sniker menemani gaun batik anggun, gaun malam panjang, atau jas resmi.
Oh ya, jangan juga dibayangkan kita bisa mengenakan kebaya dengan bersepatu sniker tanpa kritisi. Kalaupun ada kakek atau nenek yang mengenakan sniker, bukan tak mungkin mereka dianggap tak tahu umur atau mau sok muda.
Dulu, sniker identik dengan hari Minggu. Sekarang, hari kerja seperti Senin sampai Jumatpun menjadi relevan dikaitkan dengan sniker.
Sniker telah menjadi sepatu segala bangsa, segala negara, segala acara dan waktu, lintas usia. Semua langkah dihargai, dan langkah langkah dengan mengenakan sniker diterima di banyak tampat dan suasana.
Mungkin dianggap lebay, tapi saat ini banyak komentar soal sniker yang dianggap bisa menjadi pemersatu lintas usia, pembuka batas dan jarak. Artinya, sniker bukan hanya sebagai produk inklusif, tetapi juga sebagai alat komunikasi.