Lihat ke Halaman Asli

Leya Cattleya

TERVERIFIKASI

PEJALAN

Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI Perempuan Pertama, Pecah Telur Vs Buah Simalakama

Diperbarui: 2 Oktober 2019   09:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Megawati dan Puan Maharani (foto : Liputan6.com)

Perempuan Pertama Menjadi Ketua DPRRI
Dari kacamata kepemimpinan perempuan, berita bahwa Puan Maharani akan menjadi Ketua DPRRI adalah sangat menggembirakan. Ini merupakan hal yang pertama terjadi di Indonesia. 

Bisa dikatakan Pileg 2019 membawa banyak kemenangan perempuan. DPR tahun ini, sebanyak 118 kursi atau 21 persen dari total 575 kursi di DPR diisi oleh perempuan. Jumlah tersebut meningkat 22 persen dari pemilu sebelumnya yang hanya mengisi sebanyak 97 kursi.

Sejarah Indonesia akan mencatat bahwa perempuan perempuan Sukarno merupakan perempuan pemimpin di kancah politik di Indonesia.

Memang betul PDIP sudah mengusulkan nama Puan Maharani sebagai Ketua DPR sesuai UU MD3 bahwa partai pemenang Pemilu yang akan menduduki Ketua DPR," kata Puan kepada wartawan CNN Indonesia.

Ia telah mengundurkan diri dari jabatan sebagai Menteri Kooridinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Puan mengatakan bahwa bila ia bagaikan pecah telur karena menjadi perempuan pertama dalam posisi itu (CNN Indonesia, 1 Oktober 2019). 

Adapun susunan Ketua DPRTI adqlah Puan Maharani dari PDIP sebagai Ketua DPR RI, Azis syamsuddin dari Golkar sebagai Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco dari Gerindra sebagai Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel dari NasDem sebagai Wakil Ketua DPR RI, A Muhaimin Iskandar dari PKB sebagai Wakil Ketua DPR. 

Dalam pidatonya, Puan mengatakan bahwa DPR adalah rumah rakyat. Juga Puan mengharap masyarakat menilai kinerja DPR dengan obyektif dan tidak apriori. 

Setengah Bagian Dunia Dipimpin oleh Dinasti Politik
Keberadaan Puan sebagai Ketua DPRRI bisa dikatakan hebat. Di sisi lain, ini tentu akan dikomentari sebagai bagian dari dinasti dalam politik.

Dinasti dalam politik memang tampaknya sulit dihindari. Anak dari keluarga politisi punya kecenderungan untuk jadi politisi.

Bahkan suatu studi yang dibuat oleh Farida Jalalzai & Meg Rincker: Blood is Thicker than Water: Family Ties to Political Power Worldwide, terbitan 2018 menemukan hal yang menarik.

Studi itu menganalisis relevansi antara hubungan keluarga dengan pemilihan anak sebagai preiden, perdana menteri atau pemimpin partai. Studi ini memberi penekanan pada aspek gender dan melihat situasi pimpinan politik sejak tahun 2000 sampai 2017 di Sub-Saharan Afrika, Amerika Latin, Asia, Eropa dan Amerika Utara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline