Kebijakan Afirmasi untuk Warga Papua Seharusnya Memang Sudah Sejak Dulu Ada
Telah 5 kali Presiden ke Papua. Beliau kunjungi dan berdialog dengan mama mama di pasar Mama di Jayapura dan di Manokwari di Papua. Beberapa pembangunan infrastruktur, seperti Trans Papua, juga telah dimulai.
Dua minggu terakhir ini, Presiden kembali sibuk membangun dialog dengan warga Papua. Kali ini untuk menindaklanjuti buntut dari konflik rasial yang terjadi antara warga Papua dan warga Surabaya di Jatim, yang dipicu beberapa hal.
Misalnya, pada 3 September 2019, peserta 'Festival Gapura Cinta' asal Kabupaten Kepulauan Yapen dan Nduga, Papua, diundang makan siang oleh Presiden di Istana Merdeka.
Kemudian kemarin siang Presiden menerima 61 orang tokoh dan wakil masyarakat Papua dan Papua Barat. Saya melihat ada wajah perempuan di antara hadirin. Ini melegakan. Mengapa wajah perempuan penting dalam undangan itu? Di Papua, kedudukan perempuan utama.
Lihat Mama Yosepha Alomang yang punya peran besar dalam menjaga lingkungan dan hutan Papua. Juga, mama-mama Papua yang ada di desa dan kota yang merupakan motor ekonomi Papua. Mereka bukan hanya berkebun tetapi juga mencari ikan dan berburu. Juga perempuan aktif di gereja.
Selanjutnya, perempuan memiliki peran formal yang diatur Undang Undang 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Undang undang ini mengatur adanya Majelis Rakyat Papua (MRP) dan menempatkan keterwakilan 1/3 dari anggota MRP adalah dari wakil perempuan, 1/3 dari anggota wakil MRP dari kalangan adat, dan 1/3 dari anggota wakil MRP dari kalangan agama.
Selama ini MRP telah memiliki wakil sesuai undang undang tersebut. Memang, efektifitas kerja anggota MRP beragam. Namun, pernah tercatat anggota MRP yang berhasil membawa aspirasi perempuan.
Pada pertemuan kemarin, media menyebutkan bahwa salah satu tokoh Papua yang hadir adalah Abisai Rollo, Ketua DPRD Kota Jayapura. Saya sebetulnya masih penasaran apakah anggota MRP juga diundang dan berbicara dalam makan siang tersebut. Ini karena MRP mewakili 3 kelompok penting, adat, gereja, dan perempuan di Papua.
Seperti ditulis oleh berbagai media, acara pertemuan berikut makan siang itu menghasilkan 9 tuntutan yaitu;
1). Pemekaran provinsi lima wilayah adat di Provinsi Papua dan Papua Barat; 2) Pembentukan badan nasional urusan Tanah Papua; 3) Penempatan warga Papua sebagai pejabat pejabat eselon satu dan dua di kementrian dan LPMK; 4)Pembangunan asrama nusantara di seluruh provinsi dan menjamin keamanan mahasiswa Papua; 5) Pengusulan revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dalam Prolegnas 2020; 6) Penerbitan instruksi presiden untuk pengangkatan ASN honorer di Tanah Papua; 7) Percepatan Palapa Ring Timur Papua; 8) Pengesahan lembaga adat perempuan dan anak Papua; 9) Pembangunan istana Presiden di Kota Jayapura. Untuk itu, Abisai mengaku siap menyumbangkan tanah seluas 10 hektar.