Milenial Pengemudi Taksi Online dan Kisah Hidup Eks Pengguna Narkoba
Pagi tadi saya menumpang taksi online dari area Menteng menuju ke kediaman anak saya di area Terogong Jakarta Selatan.
Begitu memasuki kendaraan, saya disapa ramah oleh pengemudi. Dalam hitungan beberapa detik, saya baru menyadari bahwa pengemudi yang mengantar saya adalah perempuan, walau suara yang menyapa saya tadi cukup berat.
Nama yang ada di aplikasi memang bisa netral untuk dimiliki perempuan atau laki laki, walau nama keseluruhan memang menunjukkan bahwa pengemudi adalah perempuan.
Weda (bukan nama sebenarnya) adalah pengemudi yang cukup ramah. Karena saya juga seorang supir, maka saya paham bahwa teknik mengemudi Weda sangat terampil. Seperti biasa, saya menikmati obrolan dengan pengemudi yang menarik.
Weda berdandan cukup maskulin. Celana loreng warna hijau ia kenakan. Rambutnya yang diikat ia sembunyikan di balik topi. Ia berjaket. Selintas ia nampak seperti laki laki.
Yang menarik, dari spion saya lihat wajahnya yang oval sangat menarik. Kulitnya berwarna terang dan halus serta bersih. Hidungnya mancung. Mata cantiknya tertutup kacamata.
Aksesoris mobil juga cukup maskulin. Terdapat gantungan berupa kalung rantai cukup besar serta tasbih berbahan kayu pada kaca spion di depannya. Terdapat Al Quran diletakkan di dashboard mobil.
Setelah berbasa basi, saya tanyakan tentang cara ia berpakaian. Ia menjawab bahwa ia berangkat menyupir sejak pagi jam 3 dan pulang setelah magrib. Baginya, baju semacam itu lebih membuat ia aman. Ia katakan bahwa ia belum berani berdandan yang menampakkan ciri perempuan, demi keamanan.
Saya memakluminya. Kami akhirnya berbicara soal meningkatnya kasus kekerasan, khususnya kekerasan seksual terhadap perempuan.