Budi Daya Rumput Laut dan Perkembangannya
Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor bersih rumput laut nomor satu di dunia. Data BPS menunjukkan bahwa volume produksi rumput laut sejak 2012 sampai 2016 menunjukkan peningkatan. Produksi itu adalah 5.738.688 tons pada 2012, 8.335.663 tons pada 2013, 8.971.463 tons pada 2014, 10.112.107 tons pada 2015, dan 9.691.901 tons pada 2016. Ini adalah pertumbuhan sebesar rata rata 11% pertahun.
Sementara, volume ekspor rumput laut pada 2012 adalah 174.011 ton pada 2012 dan meningkat sebanyak 183,075 pada 2013, 206.197 ton pada 2014, 211.872 pada 2015 dan 140.822 pada September 2016.
Namun demikian, secara umum petani rumput laut belumlah sejahtera. Apa persoalannya? Pertama, petani masih menjual rumput laut dalam bentuk rumput laut mentah. Sangat terbatas diversifikasi produk rumput laut. Volume export rumput laut yang masih berupa bahan mentah mencapai sekitar 80 %.
Kedua, adanya persaingan yang tinggi di antara petani. Ketiga, petani rumput laut tak paham informasi dan tak memiliki kontrol pada rantai nilai global.
Keempat, adanya zonasi atau pengkaplingan lahan rumput laut yang tanpa pengelolaan baik sehingga merusak kondisi laut. Dari total wilayah budi daya rumput laut yang seluas12,1 juta hektar, karena berbagai hal, lahan yang sudah dimanfaatkan luasnya baru mencapai 2,68% atau 352.825,12 hektar.
Kelima, terbatasnya investasi untuk industri rumput laut. Bahkan, jumlah peralatan sederhana seperti penggaruk bagi petani rumput laut jumlah total di seluruh Indonesia hanya ribuan buah saja.
Keenam, petani rumput laut belum menjadi bagian dari asosiasi produsen rumput laut. Ini menyebabkan kepentingan petani belum difasilitasi asosiasi.
Adanya perbedaan antara data BPS dan data Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), yaitu adanya data KKP yang lebih banyak sekitar 500.000 ton tiap tahunnya, menyebabkan informasi pasar dari rumput laut menjadi tidak akurat (Mongabay, 2019). Data KKP menunjukkan bahwa nilai export rumput laut pada 2013 saja mencapai sekitar US $ 210 juta. Ini suatu potensi yang besar.
Mengingat keuntungan yang terbatas dari petani rumput laut, maka KKP membatasi export rumput laut hanya sampai tahun 2020. Diharapkan ini akan mendorong produksi olahan rumput laut di dalam negeri akan meningkat.
Saat ini hanya dicatat PT Amarta Carrageenan Indonesiadi Pasuruan yang mengelola proses produksi rumput laut. Bisa dikatakan bahwa perusahaan ini adalah memainkan peran monopolis, atau paling tidak oligopoly di industri rumput laut Indonesia.