Lihat ke Halaman Asli

Leya Cattleya

TERVERIFIKASI

PEJALAN

Kartini, Perempuan Jawa Progresif, dan Liberal yang Tak Kunjung Kita Kenal

Diperbarui: 17 September 2019   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

R.A Kartini | Sumber: tribunnews.com

Pahlawan dalam Ingatan Semua Anak Indonesia
Coba tanyailah anak-anak kecil di Indonesia tentang siapa nama pahlawan perempuan yang mereka kenal? Saya menduga "Ibu Kartini' adalah jawabnya.

Ia memang pahlawan perempuan, yang mungkin diperkenalkan pertama kali oleh para guru TK kepada murid di Indonesia.

Coba saja lihat di tanggal 21 April, setiap tahun kita lihat anak-anak kecil, perempuan dan laki laki berpakaian daerah merayakan kelahiran Kartini. Ini tidak hanya terjadi di TK lokal dan di tingkat nasional, tapi juga di sekolah internasional di kota-kota besar.

Perkenalan pada Kartini akan terus berlanjut sampai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, ke SD, SMP dan SMA. Lalu, kita akan 'dihibur' dengan segala macam pakaian adat seluruh Nusantara, plus lomba-lomba yang lintas gender.

Misalnya, perempuan ikut lomba balap karung dan sepak bola. Laki laki ikut lomba masak nasi goreng. Ya, kan? 

Di kalangan perempuan menengah ke atas, Kartini kemudian dimanifestasikan melalui modifikasi dan komodifikasi model Kebaya Kartini dan Kebaya Encim. Yaaah, kalau sedikit beruntung, kita akan mendengar perkenalan Kartini sebagai pahlawan emanisipasi perempuan.

Namun, selanjutnya, tak ada cerita soal apa itu emansipasi dan apa isu yang diangkat Kartini. Paling banter, perempuan turut serta dalam nganu dan nganu. (ini bahasa tarzan yang saya pinjam dari pak Prof Pebrianov).  Gitu kan? 

Marjinalisasi Sejarah Kartini
Saya alami kekecewaan yang luar biasa, tentang bagaimana guru-guru saya, dan mungkin bagaimana pemerintah sejak Orde Baru memperkenalkan Kartini.

Kartini diperkenalkan via rangkuman kisah 'Habis Gelap Terbitlah Terang' atau Door Duistermis tot Licht, sebuah buku tentang kumpulan surat Kartini yang diterjemahkan oleh Armijn Pane. Bahkan, saya tidak pernah mengingat satupun guru yang mendorong muridnya untuk membaca buku itu. 

Saya sempat malu ketika bertemu dengan seorang sahabat, Guru Besar di Manila yang selama hidupnya belajar di Kanada dan Amerika,  yang menyodorkan kepada saya buku "Letters of a Javanese Princess', karangan Hildred Geerts, dengan kata pengantar oleh Eleanor Roosevelt.

Biografiku.com

Buku ini dipublikasikan oleh WW.Norton & Company New York pada tahun 1964. Kawan saya mendapatkan buku ini dari ibunya dan buku itu bertandantangan atau terdapat otograph dari Eleanor Rosevelt.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline