Kasus AU : "Bullying" atau Kekerasan Seksual?
Melihat perkembangan dan perdebatan kasus yang dialami Audrey, bisa jadi ini akan berkembang menjadi isu tindak kekerasan yang lebih serius. Ini bisa jadi kasus kekerasan seksual dan bukan lagi 'bullying' atau perundungan seperti yang dilaporkan media dan kepolisian RI.
Dari rekonstruksi kejadian dilaporkan bahwa terdapat tiga orang siswi SMA yang melakukan beberapa bentuk kekerasan, antara lain menjambak rambut, kemudian ada juga sampai mendorong sampai terjatuh, kemudian ada juga satu tersangka yang memiting, juga kemudian yang melempar sandal juga (nasional.inilah.com, 11 April 2019). Terdapat 9 anak yang lain turut membantu. Agak disayangkan bahwa pihak Kepolisian secara cepat menyebutkan kesimpulan bahwa apa yang dilakukan oleh ketiga pelaku adalah kekerasan dan pelanggaran "ringan".
Di lain pihak, terdapat laporan pengacara keluarga AU, Daniel Edward Tangkau, yang meminta agar korban AU dapat divisum ulang. Hal ini dikarenakan dari pihak kepolisian yang menyebut tidak ada tanda kekerasan. Padahal, korban mengadukan bahwa ia dibenturkan kepalanya ke aspal, dipukul ditendang, dan juga kemaluannya dirogoh dan dirusak lapisan selaput daranya. Ini perlu dicek ulang. Bila laporan korban terbukti, maka kasus ini bisa tergolong dalam kasus kekerasan seksual yang cukup serius.
Komnas Perempuan bersama jaringan kerjanya mendefinisikan kekerasan seksual yang mencakup 1) Perkosaan;2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atauPercobaan Perkosaan;3. Pelecehan Seksual;4. Eksploitasi Seksual; 5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual;6. Prostitusi Paksa;7. Perbudakan Seksual;8. Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung;9. Pemaksaan Kehamilan;10. Pemaksaan Aborsi;11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi;12. Penyiksaan Seksual;13. Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual; 14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakanatau mendiskriminasi perempuan;15. Kontrol seksual, termasuk aturan diskriminatifberalasan moralitas dan agama.
Dari definisi di atas, terdapat 3 dari 15 bentuk kekerasan seksual yang mungkin saja dialami Audrey, yaitu pelecehan seksual, penyiksaan seksual, dan penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual. Memang, dengan belum disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR membuat kasus kasus serupa agak sulit menemukan keadilannya.
Persoalan menjadi lebih rumit karea baik korban dan pelaku adalah anak anak dan mereka anak anak perempuan. Hukum apa yang dianggap paling adil untuk menjadi rujukan?. Tentu ini perlu menjadi bahan pertimbangan dan PR lembaga penegak hukum, juga orang tua dan guru.
Sikap kita dan media kepada korban dan terdakwa perlu ditata. Apa yang saya saksikan di media sosial dan sebagian tulisan dari Kompasianer sebetulnya melanggar hak asasi manusia dan hak anak. Wajah wajah itu terpampang di media sosial, hanya tertutup masker. Sikap kita harus tegas, tidak boleh sesekali menghakimi melalui media.
Cewek Rebutan Cowok dan Relasi Gender
Kekerasan yang dialami AU diduga bermotif 'rebutan pacar' atau solidaritas pada isu pacar. Untuk yang satu perkara ini, kita perlu arif melihatnya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pada masyarakat patriarkhi yang menempatkan laki laki sebagai 'pemenang', banyak persoalan kekerasan antar perempuan yang memperebutkan laki laki adalah juga dipengaruhi oleh relasi kuasa yang sangat berbasis perbedaan gender.