Bulan April ini akan menjadi momen penting dalam Pemilu di Indonesia. Ini akan menjadi Pemilu Presiden dan Pemilu Legislatif yang akan mendapat partisipasi generasi Y, milenial.
Generasi ini akan hampir sama banyaknya dengan generasi baby boomers. Dengan mulai masuknya generasi milenial ke lapangan kerja dan juga dunia politik, makin terasa bahwa generasi sebelumnya adalah generasi yang lebih tua.
Adalah sesuatu yang wajar bila di dalam lingkungan kerja kemudian muncul bias pada generasi yang berbeda. Coba kita lihat beberapa artikel yang beredar tentang pandangan dan narasi yang kurang mendukung generasi milenial untuk masuk ke lapangan kerja atau ke politik.
Topik yang ada pada umumnya menunjukkan harapan atau ekspektasi tinggi dengan sederetan persyaratan atas kualitas untuk sukses, berikut keraguan baby boomers terkait keberhasilan generasi milenial untuk mencapainya.
Dalam bisnis, kita memiliki anggapan bahwa generasi milenial cepat sukses mendapatkan profit, namun mereka dinilai tidak sabaran dan tidak ingat pentingnya keberlanjutan. Mereka akan berpindah pada jenis bisnis lain. Padahal, bagi milenial ini bisa saja ini dimaknai sebagai cepatnya melihat peluang.
Di bidang politik, ada ketidakpercayaan bahwa generasi milenial dapat dengan tajam melakukan analisis sehingga kemungkinan untuk melakukan tugas politik secara efektif diragukan. Terlebih, dalam politik, milennial dianggap grusa grusu.
Dari kacamata atau perspektif lain mungkin bisa dimaknai sebagai adanya pandangan dan cara berpikir yang berbeda antara baby boomers dan milenial terkait prioritas, cara pengambilan keputusan, penggunaan media kampanye.
Sebetulnya, semakin kita menyadari bahwa kita memiliki bias, semakin cepat kemungkinan kita akan berkaca dan melihat kelebihan generasi milenial dengan lebih obyektif. Adalah wajar bila generasi milenial lebih bebas atau liberal, sekaligus berani dan percaya diri.
Pertama, mereka adalah orang muda yang punya kecenderungan untuk berdiri pada keberpihakan atas isu sosial dan ekonomi. Privatisasi pendidikan pada masa mereka bersekolah membuat biaya pendidikan sangat mahal yang dibayar oleh orang tua mereka, baby boomers. Mereka belum mengenal subsidi dan segala macam kartu bebas biaya pendidikan.
Kedua, kelompok milenial yang berusia di bawah 30 tahun adalah plural dari sisi demografi dan sejarah Indonesia. Mereka berada pada usia ketika sejarah diskriminasi rasial yang dipolitisir ada. Coba tengok tahun antara 1990 sampai kini. Berapa kasus SARA dipakai dalam politik.
Ketiga, kelompok milenial laihr ketika isu kesetaraan, baik itu kesetaraan perempuan dan laki laki, maupun kesetaraan kelompok dengan disabilitas, atau bahkan keadilan yang diperjuangan oleh LGBT sudah berkembang di tingkat nasional dan global.