Ini bukan artikel pertama tentang Bone Bone yang ada di Kompasiana. Saya catat, telah ada 6 artikel tentangnya, khususnya tentang kisah desa ini sebagai wilayah Bebas Rokok. Tak kurang, Mata Najwa pernah menghadirkan ceritanya. Dan, pak Idris sang pelakon yang saat itu masih jadi kepala desa menjadi kisahnya.
Bone Bone adalah suatu desa di atas bukit di kecamatan Barakka, kabupaten Enrekang, provinsi Sulawesi Selatan.
Saya bersama kawan seperjuangan kerja, Dati Fatimah, memulai perjalanan dari Toraja. Untuk menuju Bone Bone tidak terlalu jauh.
Jarak dari Toraja ke Bone Bone adalah sekitar 72 km. Dari Toraja kami ke arah Penanian. Selanjutnya kami mengarah ke Makale, mendaki ke Gunung Rantepao menuju Poros Enrekang. Sejak dari Toraja, kami disuguhi pemandangan cantik. Hal ini juga terjadi di kota Kecamatan Kalosi ke Kecamatan Barakka, mata tak henti menikmati pemandangan yang indah. Pemandangan Gunung Nona, gunung karst purba yang menakjubkan.
Sempat saya teringat cerita besan saya, yang keduanya pernah menjadi dokter Inpres di wilayah ini. Besan laki laki saya menjadi dokter Inpres di Kecamatan Barakka, sementara besan perempuan saya menjadi dokter Inpres di kecamatan Kalosi di sekitar akhir tahun 1980 an.
Terbayang masa masa romantis mereka berada di wilayah yang super indah ini. Saat itu jalanan masih sepi. Besan saya bercerita bahwa hiburan mereka adalah duduk di depan rumah dinas dan menanti mobil lewat. Hanya menanti untuk dilihat sebagai hiburan. Saking sepinya.
Setelah melewati Gunung Nona, dari Kalosi dan ke Barakka, mata masih terus dimanjakan dengan pemandangan alam yang cantik.
Dari Barakka kami menuju Bone Bone. Sebetulnya jarak keduanya tidaklah jauh. Hanya 18 klimoter. Namun, kami harus melalui jalan sempit yang hanya cukup dilewati satu mobil. Cukup terjal berliku. Di sebelah kanan kami bukit. Di sebelah kiri adalah lembah yang cukup curam. Mobil merambat pelan. Istimewanya, kami sempat disambut pelangi.
Setelah berkelok selama kurang lebih 35 menit, tibalah kami di hamparan ladang padi tadah hujan. Terbentang dari lembah hingga pinggir jalanan. Saat itu batang padi merunduk berbuah gemuk. Mungkin, sebulan lagi padi akan masak. Saking takjubnya, perjalanan ke Bone Bone yang pada awalnya dikhawatirkan akan melelahkan, jadi sirna.
Pagi itu, kami berjanji melakukan diskusi dan wawancara dengan Pak Idris, seorang petani kopi di desa Bone Bone. Dan pemandangan indah yang ada di sepanjang jalan adalah bonus kami. Kami sempatkan memotret beberapa kali. Cukup dengan HP kami.
Rasanya enggan untuk beranjak dari pemandangan sawah di lembah yang indah itu.