Lihat ke Halaman Asli

Kenapa Penolakan Itu Sakit (dan Sebenarnya Berguna) ?

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1410068607413272698

Masih ingat rasa nyeri di dada ketika ditolak orang yang Anda idamkan? Atau rasa hampa yang menyesakkan ketika pasangan mendadak memutuskan Anda? Atau mungkin rasa teriris ketika si dia berkata, "Maaf, kamu terlalu baik untuk aku!" ?

Saya masih bisa ingat jelas semua rasa sakit itu, salah satunya adalah beberapa tahun yang lalu di kota Bandung. Penolakan terasa seperti seseorang meninju perut bertubi-tubi, sampai saya terjatuh lemah kesakitan dan sesak napas berhari-hari. Sebuah hubungan kandas mendadak, tepat ketika saya sedang menulis buku Dapatkan Cintanya Dibawah 7 Detik. Ironis. :))

Jadi apa yang membuat penolakan, baik diucapkan atau dituliskan, bisa terasa begitu nyata menyakitkan? Mengapa kata-kata yang tidak kasat mata itu mempunyai kekuatan untuk menusuk dada hingga perih, memukul kepala hingga pening, dan membuat ngilu setiap otot, tulang, dan sendi tubuh kita?

Jawabannya sederhana: karena area otak kita yang mencerna penolakan ternyata merupakan area otak yang sama ketika mencerna rasa sakit fisik. Ethan Kross, psikolog sosial dari University of Michigan, menemukan bahwa ketumpahan kopi panas dan ditinggalkan orang yang disayangi adalah dua jenis rasa sakit yang berbeda, namun sama-sama diproses oleh area otak yang bernama somatosensory cortex dan dorsal posterior insula.

Otak kita tidak ingin membedakan antara rasa sakit fisik maupun rasa sakit emosional. Bagi otak, penolakan sama 'memukulnya' seperti pukulan fisik ke tubuh Anda. Sialnya lagi adalah kalaupun sedang tidak ditolak, Anda tetap bisa merasakan pukulan sesak itu lagi bila mengingat-ingat penolakan di masa lalu ataupun melihat orang lain yang sedang mengalaminya.

Kebanyakan orang merasakannya penolakan dalam bentuk tekanan nyeri di bagian tubuh atas. Itu ulah hormon cortisol dan adrenaline yang membanjiri tubuh, membuat dada berdebar-debar sesak karena jantung memompa lebih cepat (bahkan kadang jadi tidak teratur), meningkatkan tekanan darah hingga kepala terasa pening dan leher tegang. Sedemikian nyatanya rasa sakit penolakan sosial, sampai ada kondisi medis yang dinamakan Takotsuba Syndrome alias Broken Heart Syndrome yang secara gejala amat sangat menyerupai rasa serangan jantung.

Selain itu, kita juga biasanya merasa lemas, kedinginan, ngilu-ngilu seperti flu. Ini akibat banyaknya cortisol yang menghabiskan sistem kekebalan tubuh, sehingga tubuh Anda jadi lebih lemah terhadap serangan bakteri dan virus. Pada saat yang sama kehadiran hormon tersebut juga mengurangi aliran darah ke sistem pencernaan, sehingga Anda kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan pencernaan lainnya yang membuat Anda makin kehilangan energi dan mempengaruhi seluruh tubuh. Alhasil, penolakan membuat Anda benar-benar merasa tersakiti dan terpukul hancur.

Jika terbiasa berpikir kritis, Anda sekarang akan bertanya seperti ini, "Lalu kenapa sih otak didesain seperti itu? Kenapa penolakan sosial mesti diproses menjadi rasa sakit? Kenapa tidak diproses jadi rasa yang lain, seperti ngantuk, atau gatal, atau kembung?"

Jawabannya bisa saya tulis dengan sangat detil di Apa Tujuan dan Guna Rasa Sakit Penolakan? Sengaja saya pisahkan dari artikel ini karena terlalu panjang dan hanya orang-orang tertentu saja yang punya minat untuk belajar sejauh itu. Jadi jika hati dan pikiran Anda saat ini tidak merasa terpacu (baca: mampu) untuk belajar lebih banyak, tidak apa-apa Anda bisa berhenti di halaman ini saja. :)

Nah sekian penjelasan saya. Kira-kira bagaimana perasaan Anda jika dalam waktu dekat mengalami penolakan cinta? Silakan bertanya atau share di kolom komentar, jika Anda mau. ;)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline