Lihat ke Halaman Asli

Levi William Sangi

Bangga Menjadi Petani

Ignasius Bria, Volunteer Pertanian di Pedalaman Asmat Papua yang Mengubah Lumpur Menjadi Kebun

Diperbarui: 17 Juli 2020   22:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ignasius Bria bersama anak-anak pedalaman Asmat, Papua. Dokpri Ignasius Bria

Hari itu, Ignasius harus bergegas kembali ke pedalaman Asmat, tepatnya di suatu kampung terpencil yang bernama Er. Sebuah kampung kecil di tengah pedalaman hutan Asmat. 

Sebuah kampung yang menjadi alasan dan saksi setiap perjuangan Ignasius bersama istri dan empat orang temannya. Perjuangan untuk menegakkan kedaulatan pangan bagi penduduk pedalaman di sebuah tempat terpencil di bumi cendrawasih ini.

Hari itu adalah hari yang tak akan dilupakannya, menjadi hari dimana dia harus rela berpisah untuk sementara waktu lamanya dengan orang yang sangat dia sayangi. 

Ignasius baru saja mengantarkan istri dan anak semata wayangnya yang baru berusia 8 bulan itu untuk pulang ke kampung halaman istri tercintanya jauh dari tanah Papua ke Sumatera Utara, setelah sekian lama sang istri menemani dia dalam perjuangan menjadi pahlawan pangan dan juga pahlawan gizi ditengah pedalaman Suku Asmat.

Istri Ignasius Bria yang bernama Elsita Sinaga harus berpisah sementara waktu dengan sang suami setelah hampir 2 tahun menemani suami tercinta menjadi volunteer pertanian di pedalaman Asmat. 

Sampai tulisan ini ditulis, hampir 4 tahun sudah pria berhati mulia ini berketetapan mengikuti panggilan hati menjadi volunteer pertanian di pedalaman Asmat, Papua. 

Istri Ignasius Bria saat bersama anak-anak pedalaman Suku Asmat, Papua. Dokpri Ignasius Bria

Semua orang tahu bahwa tanah Papua adalah tanah yang kaya. Namun tak banyak yang tahu, bahwa di kampung ini, untuk mencari makan saja mereka harus mencarinya di hutan rimba.

Penyakit campak, malaria, busung lapar, dan gizi buruk menjadi ancaman bagi anak-anak yang tinggal di pedalaman hutan Asmat ini. 

Tidak pernah terlupakan oleh Ignasius, ketika ditahun 2018 yang silam, di harus menyaksikan sendiri ratusan anak-anak meninggal dunia akibat campak, malaria, busung lapar dan gizi buruk.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline