Lihat ke Halaman Asli

Levi William Sangi

Bangga Menjadi Petani

Puisi | Petani Pemimpi

Diperbarui: 8 Juni 2019   14:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak saya saat tidur dikebun.  Dokpri


Saat pagi datang menghampiri bumi,  
Ada sebuah pribadi yang harus segera melangkahkan kaki. 

Dengan sebuah cangkul tua di pundak kiri,  bersama beban hidup anak istri di pundak sebelahnya lagi. 

Tubuh tua itu tak seperti dulu lagi, 
Jauh lemah tak sekuat sapi yang menarik pedati, 
Tak segagah pengawal istana yang berdiri, 
Tak sesempurna kicauan berita "Ooh bahagianya jadi petani".

Ketika telinganya tak sengaja mendengar kata swasembada,
Mulutnya tersenyum sinis memberikan sebuah tanda.
Imajinasinya pun dia bawa mencoba menerima
Oooh..  Sungguh ini jauh diluar realita. 

Pikiran berpikir namun kaki terus melangkah
Menyusuri jalanan yang tak pernah berubah.
Sesekali berhenti mengikuti rasa kaki yang lelah,
Entah kapan jalan ini akan merdeka. 

Rasa lelah tidak pernah membuatnya lemah,
Karna kebutuhan keluarga yang selalu bertambah.
Entah dia harus mengeluh pada siapa,  
Sedangkan yang berkuasa tidak memberikan jalan keluarnya. 

Telapak keras sekeras baja,
Tangannya kasar tak lagi bertenaga.
Sadar akan usianya yang mulai menua
Hatinya berdoa meminta Tuhan panjangkan usia. 

Petani bukanlah orang yang takut mati,
Karna mati adalah kodrat sang ilahi.
Dia hanya memikirkan anak dan istri,
Takut akan nasib mereka nanti. 

Dengan sisa tenaga dan besarnya semangat,
Dipaculnya tanah meski keras laksana besi yang berkarat.
Sesekali wajahnya melihat ke atas,
Membujuk langit untuk datangnya hujan yang deras. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline