TANPA PENGKHIANAT, BENAR ATAUPUN SALAH
Berkhianatkah kita bila memilih mengabdi untuk Multinational Company?
Bandung, Maret 2012 - Apa yang anda pikirkan sebagai seorang mahasiswa mendekati waktu kelulusan anda? Atau setidaknya bila waktu lulus anda belum tiba, apa yang anda pikirkan ketika anda merenung tentang apa yang anda akan lakukan setelah pergi dari kampus anda sebagai seorang sarjana?
“Saya ingin bekerja di Oil and Gas Company” begitu ujar salah seorang mahasiswa yang diwawancarai oleh penulis baru-baru ini. Keinginan yang sama juga dijumpai pada beberapa mahasiswa lain yang berbagi mengenai rencana atau keinginannya di masa depan baik melalui mekanisme wawancara yang dilakukan penulis, maupun obrolan biasa yang terjadi sehari-hari. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh mahasiswa yang berinteraksi dengan penulis melalui kedua mekanisme diatas mengenai banyaknya mahasiswa yang berkeinginan untuk membangun karir di perusahaan minyak dan gas diantaranya adalah besarnya gaji yang akan didapat, prestise atau gengsi dari perusahaan jenis tersebut, kehidupan kerjanya tidak monoton dan besarnya kesempatan untuk menjelajah berbagai negara di dunia. Tidak dapat disalahkan tentu munculnya alasan-alasan tersebut dari mulut mahasiswa tersebut. Memang kenyataannya, untuk fresh graduate saja rata-rata perusahaan yang berhubungan dengan minyak dan gas memberikan gaji awal yang cukup besar, bahkan beberapa diantaranya ada yang mencapai 8 digit per bulan (lebih dari 10 juta bila dinyatakan dalam kurs rupiah) dan untuk masalah prestise atau kebanggaan yang didapat, dengan paradigma yang ada di masyarakat sekarang mengenai sejahteranya kehidupan dan jaminan dari orang yang bekerja di Oil and Gas Company atau perusahaan lain yang berkaitan dengannya, tidak perlu dilukiskan lagi betapa bangganya apabila seorang direkrut untuk bergabung di berbagai perusahaan minyak dan gas ataupun tipe perusahaan yang masih berkaitan dengan minyak dan gas seperti beberapa Service Company di dunia.
Bicara masalah mahasiswa tentu kita juga tidak boleh lupa bicara mengenai idealisme mahasiswa. Konon katanya, apabila mahasiswa memilih untuk bekerja di perusahaan multinasional ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa mahasiswa mengingkari idealisme mereka semasa kuliah. Banyaknya perusahaan minyak dan gas ataupun penyedia jasa di bidang terkait yang didominasi oleh perusahaan multinasional tentu membuat hal ini berbenturan dengan idealisme mahasiswa apabila ditinjau dari pandangan pendapat yang disebutkan tadi. Bila dikaitkan dengan pembicaraan mengenai apa yang akan dilakukan setelah lulus, tentu hubungannya adalah dengan pilihan membangun bangsa atau menyelesaikan berbagai permasalahannya dengan bergabung pada berbagai instansi, lembaga atau perusahaan milik negara atau berbagai badan pemerintah. Mengapa sedikit sekali mahasiswa yang mengambil atau berencana mengambil pilihan tersebut? Tentu bukan tanpa alasan mengapa peminatnya sedikit dan setelah ditilik lebih lanjut dengan mekanisme bincang-bincang ringan ataupun wawancara yang dilakukan oleh penulis, alasan kurang berminatnya banyak mahasiswa bukan sebatas hanya melihat faktor gaji yang akan didapat.
Mungkin ada beberapa sudut pandang yang harus kita coba dengarkan dalam menyikapi beberapa gambaran pendapat mahasiswa diatas. Beberapa alasan yang dipaparkan oleh mahasiswa yang tidak berminat bergabung dengan perusahaan milik negara atau berbagai badan pemerintah diantaranya : perusahaan milik negara yang identik dengan birokrasi yang kompleks dan tidak efisien, adanya cerita mengenai terjadinya berbagai persaingan yang tidak sehat didalamnya, diskriminasi, ataupun berbagai tindakan kotor seperti korupsi atau hal lain yang terjadi di dalamnya. Mengapa tidak berusaha memperbaiki? Bukan tidak berusaha, akan tetapi beberapa hal yang telah disebutkan jugalah yang menghambat perbaikannya sehingga belum tentu orang yang memilih untuk bergabung pada badan-badan milik pemerintah diposisikan pada tempat yang mampu membawa perubahan dari problema yang telah mendarah daging tersebut. Sudut pandang lain yang harus kita coba kita pikirkan untuk tidak menjustifikasi orang yang lebih memilih bekerja pada perusahaan multinasional adalah “Bukankah terlibat dengan semua kekotoran itu apalagi apabila kita terbawa arus sehingga menjadi bagian dari kekotoran tersebut merupakan pengkhianatan terbesar pada idealisme?”
Mungkin sudut pandang yang muncul dari berbagai pendapat diatas dapat kita jadikan bahan renungan mengenai apakah kita memang berkhianat pada idealisme kita. Tanpa mengambil kesimpulan akan pihak mana yang benar dan yang salah, tanpa mengambil kesimpulan siapakah pengkhianat sebenarnya, apabila kita memang individu yang mencintai bangsanya, kita dapat menentukan cara terbaik yang dapat kita ambil untuk berkontribusi memperbaiki dan membangun bangsa ini.
Ditulis oleh : Levina Lailani Suprapto untuk Tugas Jurnalisme nya :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H