Kami tidak butuh tambang emas. Kami tidak butuh janji manis. Kami butuh tanah yang tetap subur, laut yang tetap biru, udara yang tetap bersih!
Lembata, khususnya Kedang, bukan sekadar wilayah administratif di peta. Ini adalah rumah, warisan, dan jati diri kami. Sejak nenek moyang, kami hidup berdampingan dengan alam, menghormati setiap pohon, sungai, dan gunung yang menjadi bagian dari kehidupan kami. Kami bercocok tanam, kami melaut, kami menjaga alam sebagaimana alam menjaga kami.
Namun, kini tambang emas datang dengan wajah palsu kesejahteraan. Mereka berkata ini demi pembangunan, demi ekonomi, demi masa depan yang lebih baik. Tapi kami tidak buta! Kami melihat bagaimana daerah lain yang membuka pintu bagi tambang hanya berakhir dengan kehancuran.
Tanah yang dulunya hijau kini menjadi tandus. Air yang dulunya jernih kini beracun. Udara yang dulunya segar kini dipenuhi debu.
Lalu, siapa yang kaya? Siapa yang menikmati hasilnya? Bukan kami, rakyat kecil yang hidup di tanah ini. Bukan petani yang kehilangan sawahnya. Bukan nelayan yang lautnya dicemari limbah. Bukan anak-anak kami yang tumbuh dengan masa depan yang suram. Yang kaya hanya mereka yang duduk di kursi kekuasaan, yang menandatangani perjanjian tanpa peduli rakyatnya, yang menjual tanah ini seolah-olah bukan milik siapa-siapa!
Kami tahu ini bukan sekadar soal ekonomi. Ini adalah permainan politik kotor! Mereka datang dengan janji, lalu pergi meninggalkan kehancuran. Kami tidak bisa diam. Kami tidak bisa pasrah.
Kami bangkit! Kami bersatu! Kami melawan!
Kami, masyarakat Kedang dan seluruh Lembata yang masih memiliki hati nurani, menyerukan kepada setiap saudara kami: Jangan biarkan mereka merampas tanah ini!
Sejengkal tanah yang kita biarkan dirusak hari ini adalah neraka bagi anak cucu kita nanti. Apa kita rela mereka hidup di atas tanah mati? Apa kita rela mereka bertahan dengan air yang penuh racun? Apa kita rela mereka kehilangan akar budaya karena alamnya telah dihancurkan?
Walau darah sebagai gantinya, kami rela berkorban!