Sebuah hal menarik bisa kita baca hari Minggu kemarin ketika MUI tak mengkategorikan seorang tokoh yang sedang terkena kasus hukum sebagai 'ustaz' lantaran ilmunya yang masih terbilang kurang.
Ketua MUI pada salah satu wawancara mengatakan bahwa label 'ustaz' seharusnya tak diberikan ke sembarang orang. Beliau menambahkan bahwa di Timur Tengah status tersebut hanya diberikan kepada penceramah yang telah menyelami ilmu agama di kolam akademik.
Kemenag sebenarnya mempunyai program untuk sertifikasi ulama tetapi mendapatkan pertentangan, sehingga peran MUI perlu dikedepankan. MUI sendiri sebenarnya sudah memiliki standar bagi penceramah di Indonesia, tetapi MUI tak bisa melarang seseorang untuk jadi penceramah atau dipanggil ustaz.
Saat ini, MUI hanya berharap agar masjid dan kelompok masyarakat mengundang penceramah yang menyejukkan hati dan mampu menebar inspirasi ke umat.
Mungkin perlu dipikirkan apakah perlu standarisasi penceramah di Indonesia perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dimaksudkan agar apa yang diinginkan oleh kita sebagai bangsa bisa terwujud yaitu kita mempunyai penceramah agama yang santun dan tidak menyakiti orang lain seperti yang ada dalam standarisasi penceramah MUI.
Penceramah agama tidak lagi mempertentangkan agama dan Pancasila sebagai dasar negara, karena kita berani mengatakan bahwa NKRI itu sudah final dengan Pancasila sebagai dasar negaranya.
MUI sebagai badan yang mewadahi para ulama, zuama, dan cendikiawan Islam untuk membimbing, membina, dan mengayomi umat Islam di Indonesia sebenarnya bertanggung jawab dengan iman umat.
MUI dan Kemenag harus berperan untuk membangun keharmonisan antar umat beragama di Indonesia, sehingga MUI sebenarnya bisa membantu Kemenag untuk mengatur penceramah agama melalui standarisasi yang telah ditetapkan.
MUI tidak boleh lepas tangan ketika mendengar ada penceramah yang isi ceramahnya memprovokasi, menjelekkan agama lain, dan hal-hal lain yang tidak menambah wawasan umat untuk lebih menebarkan kasih di lingkungan sekitarnya.
Kalau perlu MUI membuat list penceramah yang boleh berbicara di depan umat dan siapa yang tidak. Ini mungkin terlihat keras tetapi harus diingat bahwa umatlah yang harus menjadi pokok perhatian.
Bayangkan saja kalau umat setiap hari dibombardir dengan ceramah provokasi, apakah yakin umat akan bisa berelasi dengan umat yang lainnya? Apakah yakin umat bisa menjaga keharmonisan dengan umat lainnya? Ini hal yang sangat mendasar yaitu bagaimana kita bisa membangun hal positif ke umat lewat penceramah yang di dengarnya.