Burung Bapak Kedinginan
Rustam sangat menyayangi Kolbi. Sudah seperti anak sendiri. Sayangnya melebihi kepada anak dan istrinya. Kolbi sejenis burung yang bisa bicara. Bisa disebutlah burung beo.
"Bune ... Bune ... Bune. Apakah Kolbi hari ini dikasih makan. Apakah hari ini masih berkicau," pulang kerja Rustam langsung menanyakan burung kesayangannya.
Kolbi juga tidak mau kalah.
"Bapak pulang, hore! Hore! Hore! Khas suara burung beo. Rustam melatih Kolbi mengucapkan kalimat itu. Setiap dia pulang kerja. Kolbi jadi hapal setiap pintu belakang berderit dan mencium aroma khas Rustam. Kolbi langsung berbicara layaknya manusia.
Kolbi diterpa hujan dan angin, hingga bulunya kebasahan. Hari ini hujan cukup deras disertai petir tak henti-henti.
"Bune... Bune ... Bune ...," Bagaimana keadaan Kolbi," Rustam buka pintu langsung teriak. Dia khawatir nasib Kolbi. Soalnya tadi pagi lupa memindahkan ke teras depan. Jika di belakang tidak terlalu aman. Kanopi belakang rumah tidak panjang. Jika hujan deras pasti basah. Kolbi sudah kedinginan dan bulunya basah. Keadaannya cukup mengkhawatirkan.
"Bune, tolong pinjam hairdryer!" Rustam sambil mengeluarkan Kolbi dari sangkarnya.
"Iya Pakne, ntar Bune cari ke tetangga."
Rukmini berjalan sambil memegang payung mendatangi rumah tetangga. Hujan masih awet agak gerimis dan mulia gelap. Mendung menyelemuti perumahan Rosalia.
"Mak Glow," teriak Bune ketika sampai di teras rumah Mak Glow tidak berapa jauh dari rumahnya.