Menulis itu adalah cerita harianmu. Sama seperti buku catatan harian.
Mulai dari bangun pagi hingga mau tidur malam hari, itu adalah bahan tulisan yang bisa dituangkan di dalam buku harian.
Beberapa hal yang paling mudah ditulis adalah
1. Pengalaman yang paling menarik, misalnya paling lucu yang pernah kita alami.
2. Pengalaman yang menyentuh hati yang paling dalam. Misalnya kehilangan orang yang paling kita sayangi. Tanpa rumus atau aturan pasti bisa kita menulis kisah sedih bisa- bisa beberapa halaman.
3. Pengalaman yang paling mengesalkan.
Kita marah pada seseorang tapi tidak bisa menyampaikan ke orangnya langsung sehingga tanpa sadar kita menulis di buku harian atau buku tulis halaman paling belakang. Tanpa sadar tulisan itu bisa juga beberapa halaman.
4. Kisah yang sangat menyeramkan.
Pernahkah Anda mimpi seram, dikejar- kejar setan, atau dalam mimpi dikejar-kejar ular, atau juga dikejar-kejar penculik, sehingga keringat dingin melanda. Tanpa sadar kita teriak sekencangnya tapi suara kita tidak bisa keluar. Nah ini bisa juga dituangkan di dalam buku diary kita.
5. Perpisahan dengan teman- teman
Semua orang pasti memiliki namanya teman. Teman paling akrab di antara teman yang lain. Paling dipercaya sehingga rahasia yang kita miliki juga dia mengetahuinya. Tapi suatu ketika teman itu bisa juga membuat kita kecewa sehingga perasaan terluka. Nah ketika kita mengalami perasaan tersakiti bisa saja tanpa sadar kita tulis di buku harian. Dari awal pertemanan sampai keretakan pertemanan. Cerita ini bisa juga beberapa halaman.
Sebenarnya banyak cara menulis, tapi tetap saja kita punya alasan tidak bisa menulis.
Pengalaman saya ketika itu, menghadapi seorang siswa tidak bisa menulis. Seluruh teman sekelasnya sudah selesai bahkan sudah dinilai. Tinggal dia. Selama empat jam mata pelajaran bahasa Indonesia. Sama sekali tidak ada coretan di buku tugasnya. Kemudian saya panggil, dan menanyakan apa kendalanya tidak bisa menulis.
Dia hanya geleng-geleng kepala dan mulutnya berkata," saya tidak bisa menulis Bu.
"Kamu tidak bisa menulis?" Suaraku sudah mulai meninggi.
Saat itu materi menulis cerpen pengalaman diri sendiri.
"Kamu punya Bapak dan Ibu?"
"Punya Bu."
"Masih hidup?"
"Masih Bu," dia masih menunduk tidak berani menatap mataku yang mulai melotot siap sudah untuk menelan korban.
"Coba ceritakan apa pekerjaan Bapak," aku menanyakan perihal keluarganya.