Sebuah Pengakuan Dari Overthinker Girl
Aku merapihkan tampilanku untuk terakhir kalinya di depan cermin sebelum aku berangkat sekolah. Sekarang hari senin, pukul setengah 6 pagi. Aku sudah siap pergi ke sekolah dengan semangat 45 dan senyuman cerah yang tidak bisa kutahan.
Mungkin untuk sebagian besar murid, hari senin bukanlah hari yang menyenangkan karena hari pertama masuk sekolah dan juga diharuskan untuk mengikuti upacara. Tapi bagiku, senin adalah hari kesukaanku. Apalagi saat upacara, pasti dengan senang hati aku berbaris di bagian paling depan. Mengapa? Mungkin kamu bisa menebaknya? Hehe.
Jawabannya mungkin sama seperti kebanyakan anak remaja seusiaku. Bisa tebak apa? Ya, karena seseorang. Dia adalah Aqie. Bukan nama aslinya, tetapi orang-orang memanggilnya begitu. Dia adalah alasanku mengapa aku senang sekali pergi ke sekolah. Aku menyukainya sejak setahun lalu. Tepatnya saat aku melihatnya berada diantara kerumunan kakak alumni sekolah SMP-ku saat acara perayaan ulang tahun sekolahku. Sejak pertama kali melihat wajah tenangnya, aku langsung kesulitan untuk tidak mencuri pandang terhadapnya. Alasannya? Sudah tentu karena dia sangat tampan! Selain itu, wajahnya juga terlihat asing. Bukan asing seperti bule maksudku. Yah, apa kamu paham?
Aqie, maksudku kak Aqie memang pernah bersekolah di SMP-ku. Tapi aku tidak pernah melihatnya sebelumnya. Makanya aku bertanya kepada teman-temanku. Kata mereka, kak Aqie sempat bersekolah di SMP-ku tapi hanya setahun. Kelas 8, dia pindah. Meski hanya setahun, menurut kabar yang beredar, dia sudah populer. Selain populer karena wajahnya, dia juga sudah direkrut menjadi anggota paskibra sekolah sejak awal masuk sekolah karena tingginya.
Saat itu dia masih menjadi komandan atau pemimpin barisan. Tapi karena aksinya saat melapor kepada pemimpin upacara yang benar-benar tegas dan serius, dia menjadi pusat perhatian. Dia banyak mendapat komentar bagus dari warga sekolah. Keren, tampan, gagah, dan lain-lain menjadi predikatnya. Dia terkenal di seluruh sekolah. Setelah bergabung secara resmi menjadi anggota ekskul paskibra, kak Aqie dan tim nya sering ikut lomba dan selalu menang. Prestasi di kelasnya juga bagus. Paling kecil, nilainya adalah 78. Attitudenya bagus, walau orangnya sangat pendiam dan dingin, katanya. Itu kata teman-temanku, ya!
Kok teman-temanku tau dan aku tidak tau? Padahal kan, hanya selisih setahun waktunya? Aku tidak tau. Mungkin karena pada saat kak Aqie masih menjadi perbincangan hangat, "murid emas yang disayangkan pindah sekolah", yaitu saat aku masih menjadi murid baru, aku tidak terlalu begitu update soal lawan jenis. Apa lagi kalau kejadian yang membuat hebohnya tidak aku saksikan secara langsung.
Singkat cerita setelah melihat dia, juga mendengar ceritanya, aku menjadi selalu memikirkannya. Seminggu, dua minggu. Aku belum menyadari aku menyukainya sampai aku melihatnya lagi di bioskop. Aku dan teman-teman di kompleks perumahanku pergi menonton film yang sedang terkenal saat itu dan aku melihatnya. Aku melihatnya bersama seorang perempuan, berdua. Mereka terlihat akrab meski kak Aqie sedikit terlihat dingin. Tapi bisa dipastikan saat dia berbicara kepada perempuan itu, dia berbicara dengan kasih sayang meski jika dilihat oleh pengelihatan kasar tidak begitu. Maksudku, kamu tau tsundere? Seperti itu lah kira-kira. Di situlah aku merasa sedih. Banyak pertanyaan muncul di kepalaku. "Apa itu pacarnya? Yah, sudah punya pacar, dong, ya? Kok mendadak sedih? Kenal saja tidak. Suka saja tidak, kok"
Saat aku mengangkat kepalaku, aku tak sengaja melihat kepadanya dan dia juga sepertinya tidak sengaja melihat kepadaku. Aku ingin menyapanya! Entah kenapa, aku ingin sekali menyapanya meski tau dia sedang bersama pacarnya. Aku hanya ingin menyapa, sopan santun adik kelas terhadap kakak kelas. Jadi dengan gugup, gagap dan kikuk, aku maju mendekatinya.
Saat aku berjalan ke arahnya, jantungku berdegup kencang. Entah karena baru pertama kalinya menyapa kakak kelas yang tidak kukenal terutama dia laki-laki atau karena hal lain. Saat itu waktu terasa lambat, di mataku rasanya hanya ada dia. Fokusku menjadi hanya kepada kak Aqie. Dan entah hanya khayalanku saja atau kenyataan, kak Aqie juga melihat kepadaku. Maksudku, melihatku dengan lama. Sejak awal mata kita bertabrakan sampai aku berdiri di hadapannya. Ah, tidak mungkin. Bisa saja karena melihat sesuatu di belakangku, kan?