Lihat ke Halaman Asli

Budaya Literasi dan Jejak Langkah Bangsa

Diperbarui: 31 Mei 2017   20:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aktifis muda Maluku | Sumber: dokumentasi pribadi

"Negara lahir dari tangan Penulis, jaya dan runtuhnya di tangan para politisi". Suatu konsepsi global yang lahir dari penyair dan filsuf kaliber dunia seorang Mohammad Iqbal. Pernyataan yang menggelorakan dan menggelitik kehidupan keberagaman manusia ketika bergerumul dengan kebudayaan Literasi.

Pemikiran eksistensi kehidupan literasi sebagai suatu konsepsi nasional pada prinsipnya selalu bersentuhan dengan rumusan-rumusan gagasan yang lahir dari kecamuk pemikiran mewakili realitas yang ada.

Dalam pendekatan sosial historis tentu kebudayaan Literasi di pandang sebagai suatu identitas yang lahir beriringan dengan gejolak pemikiran sejarah, yang tidak bisa di pisahkan dari gejolak kehidupan sosial politik pada fase fase berseminya gerakan revolusi sunyi, didalam menawarkan dan mengkonsepkan data, fakta, fenomena maupun rangkaian peristiwa peristiwa kesejarahan.

Realitas kehidupan literasi sebagai kemampuan menulis sejarah dan membaca dunia, sebagai produk dari membaca kritis, tentu menulis adalah proses mencipta teks sejarah, sebap di jalan literasi kita menemukan teks dan mencipta dunia lewat kata.

Kalau kita menyelusuri realitas keberadaan sejarah bangsa Indonesia, sejatinya menurut hemat saya, bangsa Indonesia lahir dari sebuah format budaya literasi didalam memanggungkan dan mengawinkan revolusi mentalitas Indonesia. Hal ini pada prinsipnya tidak serta merta lahir dengan sendirinya.

Pernyataan kritis tersebut tentunya terkonfirmasi ketika kita mencoba membuka kembali lembaran sejarah perjalanan bangsa ini, di dalam Dramturgi Pemikirannya seorang Muhammad Yamin misalnya, yang mencoba menulis tentang Tanah Air pada tahun 1920.

Sebuah konsepsi sejarah yang pada awalnya berangkat dari identitas lokalitas kedaerahan, hingga pada puncaknya sampai pada konsep tunggal yaitu Tanah Air Indonesia. di dalam tulisannya tentang Tanah Tumpah Darahku, yang di tulis oleh Yamin dua hari sebelum peristiwa sejarah gerakan sumpah pemuda di lahirkan.

Tentu dengan gerakan peristiwa sejarah tersebut seluruh bangsa di ajak untuk bersama-sama mengimajinasikan dan merealisasikan untuk menyatakan sikap sejarah lahirnya sebuah bangsa dan tanah air yaitu indonesia maupun berbagai sederetan peristiwa peristiwa lainnya semisal Piagam Jakarta, teks proklamasi, perjanjian kemerdekaan hingga pada fase perumusan kemerdekaan bangsa Indonesia itu sendiri yang lahir dari proses literasi sejarah.

Biar bagaimanapun kehidupan literasi didalam momen-momen bersejarah memberikan jejak-jejak panjang kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai suatu kesatuan tunggal ketika menimbulkan reaksi dan tekanan politik, baik secara sosial kultural maupun Historisitas lokal bangsa Indonesia itu sendiri.

Perjalanan kehidupan literasi beriringan dengan sebuah kesadaran bersama yang berangkat dari realitas keberagaman transidentitas dan transkultural mewakili berbagai etnis, budaya, dan agama yang mencerminkan pemikiran tentang sebuah bangsa yang kita kenal sebagai Indonesia.

Jika kita melihat konteks kebudayaan literasi saat ini, ada sikap pesimis yang terbangun di akar rumput masyarakat terutama mahasiswa di level kampus, sebab kondisi kritis ini mencoba menawarkan situasi dilematis terhadap perbincangan nasional pentingnya konsepsi tunggal yang terus di galakkan dan menjadi budaya identitas bangsa yang terus di jaga dan di Lestari kan sebagai suatu konsepsi nasional yang berkelanjutan yaitu Gerakan Literasi menuju jalan bangsa Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline