Lihat ke Halaman Asli

Bebas di Dunia Nyata, Terbatas di Dunia Maya

Diperbarui: 18 Juli 2021   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

media sosial (pexels.com)

Bebas di dunia nyata, terbatas di dunia maya. Mungkin itulah yang patut aku sematkan pada diriku. Bagaimana tidak? Aku memiliki aturan berkomunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Aturan itu aku terapkan pada kehidupanku sehari-hari.

Pada kehidupan nyata, aku bebas mengekspresikan diriku, tetapi diatur oleh norma kesopanan. Sedangkan di dunia maya, aku lebih membatasi diriku untuk menyampaikan pendapat, berekspresi, atau berkomentar. Hal ini kulakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan dan bisa saja tanpa sadar melakukan kekerasan.

Ada banyak sekali tindakan-tindakan kekerasan yang terjadi di dunia maya baik itu secara sengaja maupun tak disengaja. Hal ini menyangkut kekerasan verbal (dengan kata-kata, dalam berkomentar). Kekerasan verbal ini yang disengaja biasanya dilakukan dengan sadar oleh orang-orang. Sedangkan kekerasan verbal yang tak disengaja, biasanya dilakukan tanpa sadar.

Beberapa hari kemarin, aku menyempatkan diri untuk mengikuti salah satu webinar (web seminar/seminar online) yang di dalamnya membahas tentang kekerasan verbal. Menurut salah satu dosen ahli yang sering menangani masalah mengenai kekerasan verbal di dunia maya, kebanyakan orang tidak menyadari telah melakukan kekerasan verbal. Hal ini justru berbahaya bagi orang tersebut. Masalah kekerasan verbal bisa sampai ke ranah hukum. Pelaku akan dijerat pasal tentang kekerasan verbal.

Dengan melihat hal-hal tersebut, aku merasa perlu membatasi diriku di dunia maya. Aku mengatur seluruh tampilan akun media sosial mengenai apa yang harus ditampilakan ke publik dan tidak. Dalam berkomentar pun, aku harus membacanya berulang-ulang sebelum berkomentar. Hal ini untuk menjaga perasaan orang, juga menghindari kesalahpahaman pihak kedua, ketiga, atau pun yang lainnya.

Memberikan ekspresi suka atau tidak suka pun dibatasi. Jika ada sesuatu yang tidak disukai, maka sebaiknya tidak turut dislike atau berkomentar buruk terhadap hal itu. Menurutku, jika hanya menyatakan kesalahan tanpa memberikan solusi tidak ada faedahnya bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Malahan jika berlebihan bisa mengakibatkan terjadinya kekerasan verbal.

Bagiku yang memiliki akun media sosial, nyatanya tidak selalu sama fungsinya. Misalnya di Facebook aku suka berbagi foto, tulisan-tulisanku di media online, lagu-lagu rohani Kristen, dan ayat-ayat Firman Tuhan. Aku adalah orang yang sedikit humoris di Facebook juga. Di Instagram, aku hanya berbagi foto-foto semata. Aku tidak begitu ekspresif di Instagram. Di Twitter, aku hanya berbagi tulisan-tulisanku di media online dan ayat-ayat Firman Tuhan.

Pembatasan diri dalam mengeluarkan pendapat di dunia maya, memang sudah sepatutnya guna menghindari hal-hal yang tidak baik. Adalah lebih baik berekspresi untuk hal-hal yang positif di dunia maya. Gunakanlah media sosial sebagai wadah edukatif, inspiratif, dan hal-hal positif lainnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline